Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Batu Bara Bisa Berkurang Jika DMO dan DME Sama-Sama Diterapkan

Di tengah harga ekspor batu bara yang kian menyamai harga khusus pembangkit dalam negeri, memasok batu bara untuk pembangkitan menjadi lebih menguntungkan.
Aktivitas penambangan batu bara PT Bukit Asam (Persero) Tbk di Tanjung Enim, Sumatra Selatan/Bloomberg-Dadang Tri
Aktivitas penambangan batu bara PT Bukit Asam (Persero) Tbk di Tanjung Enim, Sumatra Selatan/Bloomberg-Dadang Tri

Bisnis.com, JAKARTA – Ekspor batu bara Indonesia bisa berkurang apabila kebijakan domestic market obligation (DMO) terus dilakukan dan peningkatan nilai tambah batu bara melalui dimethyl either (DME) dipercepat.

Berdasarkan Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dari rencana produksi batu bara 489.73 Juta Ton selama 2019, sebanyak 67.76 % atau sekitar 331.82 Juta Ton produksi batu bara telah terealisasi. Sementara itu, kebutuhan domestik yang telah terpenuhi yakni sebanyak 88.67 Juta Ton atau 26,72% dari realisasi produksi dan ekspor sebanyak 221.99 Juta Ton atau 66,9% dari realisasi produksi.

Di tengah harga ekspor batu bara yang kian menyamai harga khusus pembangkit dalam negeri, memasok batu bara untuk pembangkitan menjadi lebih menguntungkan. Kondisi harga ekspor dengan harga khusus batu bara yang hampir sama memang membuat perusahaan berlomba-lomba ingin memasok kebutuhan pembangkitan dalam negeri.

Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif menilai kebijakan DMO dan DME harus berjalan beriringan untuk mendukung kebutuhan energi di dalam negeri. Kebijakan DMO telah diatur dalam perundang-undangan yakni Keputusan Menteri ESDM Nomo 78K/30/MEM/2019 tentang Penetapan Persentase Minimal Penjualan Batu Bara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2019. Dengan beleid tersebut, produsen batu bara diwajibkan untuk memenuhi ketentuan DMO sebesar 25%.

Menurutnya, dengan adanya peraturan yang mengatur DMO, besarannya tidak perlu dikurangi maupun dihapus kebijakannya. 

Apalagi, saat ini produksi batu bara di Indonesia dinilai cukup banyak untuk memenuhi kewajiban DMO maupun DME. Kebijakan DMO dan DME, menurutnya, merupakan bentuk konsolidasi nasional untuk pengendalian produksi.

“Ya enggaklah [DME tidak mengganggu DMO], kan, kita banyak batu bara, DMO harus untuk listrik, tekstil, dan lain-lain. DME untuk nilai tambah dua-duanya harus dilakukan,” katanya, Senin (19/8/2019).

Irwandy menambahkan, saat ini pengembangan DME masih dalam tahap feasibility study (FS) atau studi kelayakan lewat perusahaan patungan antara PT Bukit Asam (BA), Pertamina, dan Air Products and Chemicals Inc di Riau. “Kita harapkan itu berhasil tetapi belum selesai katanya,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai apabila DME berhasil dipercepat dan diterapkan, maka kebijakan DMO diusulkan bisa dihapus. Kebijakan penghapusan DMO akan dilakukan dalam bentuk peraturan pemerintah maupun perundangan yang lain.

Menurutnya, kebijakan DMO selama ini tidak ekonomis untuk industri. Justru DME dinilai lebih dibutuhkan industri karena merupakan bentuk program subsitusi impor. “DMO batu bara untuk industri sedang kita kaji,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper