Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siapkan SDM Melek Digital

Tantangan ekonomi digital hingga 2030 ternyata masih dihantui masalah fundamental, yakni lemahnya kualitas sumber daya manusia sejak dalam kandungan akibat stunting dan kematian ibu hamil.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mempresentasikan potensi investasi di Indonesia kepada investor, akademisi, peneliti dan awak media Australia dalam forum Australian Indonesia Business Council (AIBC) di Canberra, Australia, Selasa (20/6)./Antara-Rimba
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mempresentasikan potensi investasi di Indonesia kepada investor, akademisi, peneliti dan awak media Australia dalam forum Australian Indonesia Business Council (AIBC) di Canberra, Australia, Selasa (20/6)./Antara-Rimba

Bisnis.com, JAKARTA - Tantangan ekonomi digital hingga 2030 ternyata masih dihantui masalah fundamental, yakni lemahnya kualitas sumber daya manusia sejak dalam kandungan akibat stunting dan kematian ibu hamil.

Berdasarkan data Human Capital Index Bank Dunia, Indonesia mencatat skor 0,53 atau yang dirilis relatif rendah dibandingkan dengan sejumlah negara lainnya di Asia Tenggara. Bandingkan saja dengan Singapura sebesar 0,88, disusul Malaysia dan Vietnam masing-masing 0,67, lalu Thailand sebesar 0,60 dan Filipina 0,55.

“Ini artinya, capaian pendidikan dan cakupan kesehatan untuk anak yang lahir tahun ini misalnya, 18 tahun ke depan hanya akan tercapai 53% dari potensi produktivitas maksimumnya,” Bambang Brodjonegoro, Kepala Bappenas, dalam Forum Merdeka Barat, Rabu (14/8).

Dia menilai, dengan kondisi itu, pemerintah mengupayakan peningkatan produktivitas dengan menuntaskan masalah utama, yakni kesehatan dan pendidikan.

Dia menegaskan bahwa angka kualitas hidup manusia harus dijamin dari 1.000 hari sejak dalam kandungan, sehingga kualitas hidup dan belajar manusia Indonesia sejak lahir pun menjadi optimal.

Guna mewujudkan citacita SDM unggul, menurut Bambang, perlu perencanaan matang. Utamanya dalam menjawab perubahan zaman di mana Indonesia harus bertranformasi mengandalkan ekonomi digital.

“Karena ke depan kita menghadapi disrupsi di tengah revolusi industri 4.0, kita jangan hanya lihat negatifnya.”

Bambang menilai masih banyak masyarakat yang memandang revolusi industri 4.0 sebagai ancaman. Akibat persepsi itu, Indonesia tidak bisa mengoptimalisasi potensi ekonomi untuk naik 1%-2% per tahun atau di atas baseline.

Padahal, dia memproyeksikan pemanfaatan ekonomi digital bisa mendorong lebih dari 10 juta penciptaan lapangan kerja pada 2030. Bahkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 6%-7%.

“Kita harus benar-benar siapkan manusianya. Dalam menghadapi revolusi industri 4.0 tidak bisa pakai konsep business as usual. Tidak bisa pola yang kita lakukan sekarang akan sendirinya beradaptasi,” jelasnya.

Upaya paling awal menaikkan kualitas SDM adalah menurunkan angka stunting dan kematian ibu. Bambang menjelaskan ada empat prioritas dengan pendekatan pendanaan melalui APBN.

Pertama, untuk percepatan penurunan kematian ibu dan stunting, indikasi kebutuhan dana sekitar Rp26 triliun. Kedua, untuk pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi untuk Industri 4.0, kebutuhan dana ditaksir Rp330,1 triliun.

“Untuk program ini perbaikannya agak masif. Perbaikannya dari kurikulum sampai perbaikan infrastruktur dari vokasi,” jelasnya.

Ketiga, program pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi untuk Industri 4.0 atau lokasi R&D. Total indikasi kebutuhan dana mencapai Rp2,8 triliun. Keempat, digitalisasi dan integrasi bantuan sosial sebagai upaya mendorong ekonomi digital.

Adapun total kebutuhan pendanaannya Rp803,93 triliun. Bambang mengakui butuh waktu untuk beradaptasi langsung dengan revolusi industri 4.0. Beberapa yang akan dilakukan adalah memperkuat keterampilan khusus, misalnya pemikiran analitis sebagai strategi pembelajaran.

“Itu yang akan kami kerjakan. Arahan sudah clear, ciptakan modal manusia yang nantinya membawa Indonesia sebagai negara maju pada 2045.”

Dalam catatan Bisnis, menurut Rancangan Teknokratik RPJMN 2020—2024, agenda pembangunan peningkatan kualitas SDM membutuhkan anggaran hingga Rp16.954 triliun.

Secara rinci, anggaran itu berasal dari belanja kementerian dan lembaga sebesar 16.929,2 triliun, dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp22,5 triliun, serta porsi swasta atau melalui KPBU senilai Rp2,9 triliun.

Adapun yang perlu dicatat, pendanaan untuk agenda pembangunan prioritas ini hanya 25% dari total kebutuhan yang bisa didanai oleh belanja kementerian dan lembaga.

Menanggapi hal itu, Bambang menyebut pembiayaan sektor kesehatan dalam rancangan pembiayaan untuk pencegahan stunting akan bertumpu dari APBN.

“Pembiayaan bisa semua [dari APBN dan KPBU]. Khusus untuk stunting dari APBN,” ujarnya.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas Subandi mengatakan, untuk menurunkan prevelensi stunting, pemerintah akan fokus pada penyediaan pelayanan dasar untuk kesehatan dan pendidikan.

Ekonom Universitas Indonesia, Rhenald Kasali menyatakan selain bantuan dana dari lembaga donor, atau organisasi masyarakat sipil, swasta sangat berpeluang untuk ikut investasi pada sektor kesehatan dan pendidikan. Utamanya untuk menekan angka stunting dan mendorong pendidikan vokasi.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu menyebut salah satu jalan menstimulus keterlibatan swasta dalam pembangunan SDM adalah melalui insentif fiskal.

“Sekarang ada banyak insentif fiskal. Bisa juga dengan memperkuat instrumen kesehatan yang sudah ada,” paparnya.

Dalam rancangan Bappenas, dengan tercapainya kualitas hidup manusia yang produktif dan sehat, pemerintah selanjutnya akan menggerakkan ekonomi digital.

MANAJEMEN TALENTA

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengatakan, jika stunting turun dan produktivitas naik, pemerintah Indonesia akan membangun Talent Management Strategic atau Manajemen Talenta Nasional.

Program ini diharapkan akan mengumpulkan SDM berkualitas Indonesia untuk bisa dikapitalisasi oleh negara. Dia memproyeksikan dengan manajemen talenta ini pemerintah bisa menguatkan sejumlah sektor unggulan untuk menopang ekonomi.

“Misalnya saja manufaktur,” ujar Moeldoko.

Kepala Deputi Kerjasama Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Wisnu Wijaya Soedibjo menjelaskan, dengan adanya super deductable tax untuk pengembangan SDM dan R&D, BKPM sudah mendorong dan mempromosikan investasi yang padat modal.

“Misalnya teknologi, termasuk industri smelter, otomotif, elektronik, kimia, petrokimia dan farmasi, untuk tidak ragu menanamkan modalnya pada pelatihanpelatihan vokasi SDM tenaga kerjanya dan membangun R&D-nya,” jelas Wisnu kepada Bisnis.

Ke depan, terkait dengan investasi untuk sektor kesehatan dan pendidikan, BKPM belum ada perencanaan khusus.

Namun kebijakan insentif pajak ini sudah bermanfaat untuk membantu meyakinkan investor agar tidak ragu memberikan pelatihan vokasi.

“Sehingga tenaga kerjanya dapat memenuhi kualifikasi ataupun lebih brkembang lagi, juga pembangunan riset-riset di dalam negeri.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper