Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) menyatakan industri farmasi di dalam negeri tidak memerlukan adanya kawasan industri terpadu bagi industri farmasi. Pasalnya, hal tersebut tidak mungkin dilakukan lantaran perizinan yang dikenakan pada industri farmasi semakin banyak dan kompleks.
Direktur Eksekutfi GP Farmasi Dorojatun Sanusi mengatakan persyaratan yang harus dilalui oleh pelaku industri farmasi untuk mendirikan kawasan industri akan sangat banyak. Menurutnya, persyaratan yang harus dipenuhi akan melebihi persyaratan membangun pabrik baru.
“Ini kan ada juga berhubungan dengan izin industri dengan lokasi baru. Jadi, terlalu kompleks masalahnya,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (14/7/2019).
Dorojatun menilai tidak ada urgensi bagi industri farmasi untuk memiliki kawasan industri tersendiri. Sebelumnya, Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia (Akida) mengusulkan agar ada kawasan industri terpadu dan terintegrasi.
Ketua Akida Michael Susanto Pardi mengatakan industri nasional belum terintegrasi lantaran lokasi masing-masing pelaku terpisah dan berjarak. Padahal, di beberapa negara lain, lokasinya berada di satu kawasan yang terintegrasi mulai dari industri hulu, hilir, hingga ekspor.
Beberapa contohnya adalah kawasan industri Pulau Jurong di Malaysia dan kawasan industri Shanghai di China. Integrasi industri hulu—hilir—pasar membuat biaya logistik logistik bisa ditekan.
Sementara itu, biaya logistik di Indonesia terbilang mahal, sekitar 5%-7% dari total biaya produksi.