Bisnis.com, JAKARTA — Naiknya suhu udara hingga 35 derajat celsius di sejumlah wilayah Indonesia beberapa waktu terakhir membuat industri rantai pendingin menghadapi tantangan baru. Pasalnya pengaturan produk rantai pendingin di dalam negeri tidak ditujukan untuk tahan di suhu tersebut.
Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) mencatat kenaikan suhu tersebut membuat utilitas cold storage terpasang turun 10% secara tahunan.
Direktur Eksekutif ARPI Hasanudiin Yasni mengatakan utilitas rantai pendingin pun turun ke sekitar level 57%-58% secara konsolidasi dari posisi tahun lalu 65%. Menurutnya, musim kemarau yang diprakirakan mencapai 8 bulan pada tahun ini berdampak pada stok antara industri panganan lokal.
Hasanuddin mengatakan kenaikan suhu ini membuat hasil produksi industri pertanian dan daging olahan terbuang hingga 40%. Oleh karena itu, chilled storage harus mengubah pengaturan suhu dari tempat penyimpanan antara menjadi tempat penyimpanan jangka panjang hingga 7—8 bulan.
“Ke depannya, untuk instalasi rantai pendingin yang baru harus dapat di-setting pada minimal suhu tersebut [35 derajat celsius],” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (14/8/2019.
Hasanuddin menyarankan agar rantai pendingin yang akan dipasang untuk dilengkapi dengan teknologi pengaturan atmosfer yang mengatur volume CO2 dan O2 produk dan ruang penyimpanan.
Agar instalasi rantai pendingin tetap tumbuh, Hasnuddin mengatakan para pelaku akan mengambangkan instalasi chilled dan cold storage dalam bentuk mini storage dalam kendaraan.
“Kami juga memperbanyak kolaborasi dengan penyewa cold storage pihak ketiga sebagai kepanjangan tangan distribution center,” katanya.
Hasanuddin memproyeksikan lapangan usaha industri rantai pendingin sampai akhir tahun dapat tumbuh 5%—6% ,melalui pengembangan mini storage. Pertumbuhan tersebut bakal didorong oleh naiknya permintaan rantai pendingin pada semester II/2019.