Bisnis.com, JAKARTA Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai proses pengembangan pembangkit panas bumi di Indonesia harus diperbaiki agar baurannya mengalami peningkatan.
Wapres menilai proses pengembangan pembangkit panas bumi (PLTP) di Indonesia sangat lambat karena selama 35 tahun dipasang, kapasitasnya hanya mencapai 1.948,5 MW. Padahal, dengan target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025, kapasitas terpasang PLTP harusnya dapat mencapai sekitar 8.000 MW.
Indonesia pun perlu waktu sekitar lima hingga enam tahun lagi untuk menambah kapasitas terpasang PLTP hingga tiga kali lipat dari kapasitas eksisting.
Berdasarkan rencana umum energi nasional (RUEN) yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2017, pada 2025 ditargetkan ada sebanyak 7.200 MW PLTP yang beroperasi. Angka tersebut berbeda dengan target rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN yang menargetkan pada 2025 ada sebanyak 6.300 MW PLTP yang beroperasi.
Menurutnya, jika target tersebut tidak tercapai sama, saja dengan melanggar peraturan. Bahkan JK juga menilai, tidak ada perkembangan signifikan dari kegiatan konvensi maupun pameran yang selama ini diadakan.
"Ini harus cepat dilaksanakan membangun geothermal dibanding energi lainnya. Saya barangkali empat kali buka, hasilnya 2.000 MW. Jadi, sangat terlambat sekali sehingga harus betul dikaji," katanya, Selasa (13/8/2019).
Baca Juga
Menurut JK, perlu ada pembuatan aturan tarif yang menguntungkan perusahaan maupun PLN. Pasalnya, apabila semakin banyak penanaman modal pembangkit yang masuk, PLN hanya tinggal melakukan investasi pada transmisi dan gardu induk.
Selain mampu mengurangi bauran pembangkit fosil yang bisa berdampak negatif terhadap lingkungan, PLTP juga menjaga kawasan perhutanan tempat dibangunnya pembangkitan karena berkaitan dengan ketersediaan panas bumi yang digunakan sebagai bahan bakar.
"PLTU memang lebih murah, tetapi biaya lingkungan yang bayar rakyat, maka keterlambatan ini harus diperbaiki prosesnya," katanya.