Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Yus’an mengatakan, nilai tukar rupiah yang cenderung stabil pada tahun ini, berpeluang membuat impor kedelai mengalami kenaikan.
Di sisi lain, kondisi AS yang sedang mengalami kelebihan pasokan lantaran sedang melangsungkan perang dagang dengan China, membuat harga kedelai tidak mengalami kenaikan yang signifikan.
“Tahun lalu permintaan kedelai sedikit melesu karena nilai tukar rupiah yang tinggi, sehingga harga kedelai mahal dan membuat para perajin tahun dan tempe kesulitan membeli bahan baku tersebut. Tahun ini nilai tukar rupiah cenderug stabil sehingga permintaan terhadap kedelai menjadi lebih lancar,” jelasnya kepada Bisnis.com, Minggu (4/8/2019).
Dia menambahkan, pada tahun lalu, permintaan kedelai mengalami dorongan dari sektor pakan ternak.
Harga jagung yang mahal dan langka di pasaran pada tahun lalu, membuat para pelaku industri pakan ternak mencari alternatif bahan baku pengganti jagung, yang salah satunya adalah kedelai.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor kedelai pada 2018 mencapai 2,58 juta ton. Capaian tersebut turun dari 2017 yang volumenya mencapai 2,67 juta ton.
Sementara itu, pada tahun ini, dia memperkirakan, naiknya permintaan kedelai dari sektor pakan ternak berpeluang terjadi. Pasalnya, musim kemarau kering yang panjang, diperkirakan membuat produksi jagung nasional berkurang.
“Kalau jagung dibuka kembali impornya oleh pemerintah, bisa jadi permintaan kedelai dari pakan ternak tidak akan mengalami kenaikan. Namun, kalau impor jagung lagi-lagi dibatasi di tengah musim kering yang panjang saat ini, ada peluang kedelai kembali dilirik oleh pengusaha pakan ternak,” katanya.