Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Faisal Basri memprediksi Indonesia bakal defisit energi mulai 2021.
"Defisit energi akan mengakselerasi jika kita tidak melakukan apa-apa," kata Faisal, Minggu (28/7/2019).
Untuk diketahui, defisit neraca perdagangan migas Indonesia sepanjang 2019 mulai Januari hingga Juni mencapai US$4,78 miliar.
Secara historis, Faisal menerangkan bahwa Indonesia pernah menjadi salah satu pengekspor migas terbesar di dunia.
Secara lebih rinci, defisit neraca perdagangan minyak mentah mulai terjadi sejak 2013, sedangkan defisit BBM sudah terjadi sejak 1996.
Defisit minyak secara keseluruhan yakni minyak mentah sekaligus BBM mulai terjadi sejak 2003.
Meski gas hingga saat ini masih surplus, hal tersebut tidak mampu menutup defisit migas secara keseluruhan yang sudah dimulai sejak 2012.
Untuk neraca energi secara keseluruhan, Indonesia masih surplus karena ekspor batu bara masih tinggi, mencapai US$20,6 miliar pada 2018 dan neraca pun masih surplus US$8,2 miliar.
Namun, surplus energi akan berbalik menjadi defisit karena dua faktor yakni konsumsi energi yang besar dan produksi energi, terutama migas, yang konsisten menurun.
Dalam rangka mengurangi laju penurunan produksi migas, pemerintah dipandang perlu untuk terus mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Ekspansi ke luar negeri melalui merger dan akuisisi juga perlu dilakukan dalam rangka menghindari krisis energi yang sudah semakin dekat.
"Cadangan minyak China meningkat karena melakukan akuisisi ladang-ladang minyak di berbagai negara," kata Faisal.