Bisnis.com, JAKARTA--Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) memprediksi Indonesia kembali melakukan impor jagung pada tahun ini untuk menutupi kebutuhan pakan ternak.
Dewan Penasihat GPMT Sudirman mengatakan tanpa adanya substitusi kebutuhan jagung dengan gandum untuk pakan ternak, Indonesia berpotensi mengimpor 2,5 hingga 3 juta ton jagung per tahun. Namun, dengan adanya substitusi jagung dengan produk lain seperti gandum atau olahan gandum, maka potensi impor jagung tahun ini tidak akan sebesar angka tersebut.
“Kemungkinan besar iya [akan impor], terutama untuk memenuhi kebutuhan peternak,” katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Adanya potensi impor tersebut merujuk pada data yang dikeluarkan oleh The United States Department (USDA) of Agriculture yang diterbitkan pada 26 Maret 2019 lalu.
Sudirman pun berharap jika memang harus melakukan impor, sebaiknya diambil secepat mungkin agar kejadian yang sama seperti tahun lalu di mana impor tiba ketika panen sedang berlangsung tidak terjadi lagi.
"Idealnya impor sebelum Oktober 2019 sampai dengan Januari 2020 atau Oktober sampai Desember 2019," tambahnya.
Baca Juga
Adapun laporan USDA mencatat bahwa upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung dengan menetapkan harga acuan terendah dan penyaluran subsidi telah meningkatkan luas tanam yang diestimasi mencapai 3,7 juta hektare (ha) pada kurun waktu 2018/2019.
Sebagai hasilnya, USDA memperkirakan produksi jagung Indonesia untuk 2018/2019 akan mencapai 11,9 juta ton. Kendati demikian, terdapat pergeseran pada musim tanam, khususnya musim tanam pertama yang seharusnya dimulai pada Oktober 2018.
Secara total, USDA memprediksi impor jagung Indonesia untuk segala kebutuhan akan mencapai 850.000 ton untuk kurun waktu 2018/2019, termasuk yang telah dilakukan sejak akhir 2018 lalu. Angka ini telah memperhitungkan substitusi jagung dengan gandum.