Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menargetkan studi kelayakan lokasi Jembatan Batam—Bintan bisa rampung tahun ini.
Studi akan menentukan aspek manfaat dari keberadaan jembatan baik di sisi Batam maupun di sisi Bintan.
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Hadi Sucahyono mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan survei landing point atau calon lokasi kaki jembatan di sisi Batam dan di sisi Bintan, mencakup sisi Kabil, Pulau Tanjung Sauh, Pulai Ngenang, dan Tanjung Uban.
Dia menambahkan survei dan kajian harus dilakukan secara komprehensif mengingat lokasi pembangunan berada di wilayah kepulauan.
"Kami buat studi kelayakan lokasi dan menghitung seberapa besar manfaatnya. Ini nanti menjadi rekomendasi ke [Ditjen] Bina Marga yang akan melakukan studi engineering-nya," jelas Hadi kepada Bisnis, Kamis (18/7/2019).
Hadi menjelaskan bahwa studi yang dibuat BPIW juga diharapkan memberi rekomendasi yang kondusif bagi konservasi lingkungan yang ada di Batam maupun Bintan.
Baca Juga
Dia menggambarkan pihaknya tidak akan merekomendasikan trase jembatan melewati kawasan bakau atau mangrove.
Di samping itu, studi juga mencakup dampak keberadaan jembatan terhadap kegiatan ekonomi lainnya seperti angkutan penyeberangan. Walaupun demikian secara umum Jembatan Batam-Bintan diharapkan bisa membuka peluang pengembangan kegiatan wisata di Kepualauan Riau.
Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa studi pembangunan Jembatan Batam-Bintan bakal rampung tahun ini sehingga pembangunan bisa dimulai pada 2020.
Proyek ini mendapat perhatian khusus karena masuk dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) 2020—2024.
Basuki menuturkan bahwa biaya pembangunan jembatan diperkirakan mencapai Rp3 triliun hingga Rp4 triliun. Namun, dia menekankan biaya pembangunan akan tergantung pada hasil desain yang saat ini disusun.
Kementerian PUPR membuka peluang partisipasi badan usaha dalam pembangunan Jembatan Batam-Bintan.
Partisipasi tersebut bisa dalam bentuk kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Namun, skema pembiayaan itu akan tergantung pada hasil studi.
Dia menggambarkan bila pembiayaan sebagian atau seluruhnya dari swasta, kemungkinan akan diterapkan tol atau tarif.
"Kalau menggunakan APBN tidak bertarif. Jadi, bisa saja tol, bisa saja tidak. Tergantung studi," kata Basuki.