Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mewacanakan untuk memasukkan kembali garam sebagai kebutuhan pokok dan barang penting. Dengan demikian harga pokok penjualan (HPP) nya bisa diatur guna menghindari fluktuasi yang kerap terjadi.
Barang penting merupakan barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional termasuk inflasi.
Namun demikian, Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono mengatakan aturan tersebut hanya akan memasukkan garam produksi rakyat yang memenuhi standar kualitas terbaik atau KW I.
"Perpres tadi, usulan kami ingin garam masuk dalam bahan kebutuhan pokok atau barang penting dan yang masuk adalah KW I," ujarnya dalam acara Bincang Maritim Progres dan Permasalahan Pergaraman Nasional, Jumat (12/7/2019).
Menurut Agung, alasan untuk memasukkan hanya garam dengan kualitas KW I lantaran hanya garam tersebut yang memenuhi Standar Nasional Indonesia untuk garam konsumsi.
Garam KW I merupakan garam dengan kandungan NaCl 95-98 persen sementara KW II kandungan NaCl nya 90-95 persen dan KW III kurang dari 90 persen.
Baca Juga
Sementara itu, SNI mensyaratkan standar untuk garam konsumsi beryodium harus memenuhi kandungan NaCl 94 persen, kadar air maksimal 7 persen, kandungan yodium 30 part per million (ppm), dengan tingkat cemaran maksimal Pb 10 ppm, Cd 0,5 ppm, Hg 0,1 ppm, serta As 0,1 ppm.
Adapun, dua kualitas garam lain yakni KW II dan KW III belum memenuhi standar garam konsumsi. Untuk itu, katanya, melalui berbagai upaya pemerintah juga akan mendorong agar kualitas produksi garam rakyat, khususnya yang masih KW II dan KW III bisa terus meningkat hingga menyamai kualitas KW I.
Sementara itu, harga yang diusulkan adalah sekitar Rp1.000 per kilogram (kg). Namun, Agung menekankan bahwa angka ini masih berupa usulan awal dan akan dibahas lebih lanjut.
Sebelumnya, garam dikeluarkan dari Perpres 71/2005 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting sehingga HPP nya tidak bisa dijaga oleh pemerintah.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi menyampaikan pihaknya berharap aturan HPP atas garam bisa mengatur secara detail harga untuk garam produksi rakyat. Pasalnya, pengaturan ini merupakan salah satu instrumen untuk melindungi petambak garam.
"Ini kan perlindungan terhadap petambak garam. Jadi harus dipastikan HPP ini diberlakukan bukan garam bahan baku, karena bahan baku bisa impor, ini bisa jadi mix [melainkan] garam produksi dalam negeri, garam rakyat tepatnya," katanya.