Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencana Pembangunan Nasional Bambang P.S. Brodjonegoro menyatakan bahwa pemindahan ibu kota yang hanya mengandalkan alokasi anggara 10% dari APBN diyakini tak membuat defisit anggaran.
"Ini minimum dari APBN 10% sisanya dari pembiayaan investasi non anggaran [PINA] dan kerja sama pemerintah dan badan usaha [KPBU]," ujar Bambang di Gedung Bappenas, Rabu (10/7/2019).
Dia menyebut skema KPBU membuat pembangunan nantinya tidak tergantung dari APBN. Beberapa opsi pembiayaan dengan KPBU yang direncanakan untuk ibu kota baru antara lain pembangunan hunian dan infrastruktur. Nantinya dengan mekanisme multiyears pembayaran infrastruktur tidak memberi defisit.
"Jumlahnya tidak sebesar yang Anda bayangkan Rp50 triliun tidak 1 tahun, Rp10 triliun per tahun dan tidak akan defisit membengkak," tutur Bambang.
Dia menyebut mekanisme KPBU memang masih menjadi skema baru pembiayaan infrastruktur. Belum banyak negara yang mencoba KPBU.
Meski begitu Bambang yakin bahwa pembangunan ibu kota baru di Pulau Kalimantan akan memicu pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh ketika Brasil memindah ibu kota negara dari Rio de Janeiro ke Brasilia, selain pusat pemerintahan sentra industri baru juga ikut berkembang.
Baca Juga
Untuk mencapai dampak tersebut Bambang tak menampik butuh waktu lebih dari 3 tahun. Dia berharap selain mengatasi kesenjangan, pemindahan ibu kota juga bisa ikut memicu pertumbuhan di Kalimantan yang sangat tergantung dari sumber daya alam seperti migas, karet, sawit, dan batu bara.
"Kalimantan hanya tergantung batu bara, karet, tambang dan semua harga komoditas lemah sehingga pertumbuhan ekonomi Kalimantan lambat. Maka diversifikasi ekonomi Kalimantan nanti bisa bergerak cepat dengan adanya sumber pertumbuhan baru," ujar Bambang.