Bisnis.com, JAKARTA--Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto menilai kalau melihat perkembangan ekonomi lima tahun terakhir maka target perekonomian secara umum relatif belum tercapai kalau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menjadi ukuran.
Menurutnya, belum tercapainya target itu juga bisa di lihat dari tantangan kedepan karena sebelumnya ada beberapa target yang sangat optimis bisa tercapai, ternyata belum bisa mencapai hasil sesuai yang diharapkan. Karena itu, pada periode kedua pemerintahan Jokowi harus ada upaya lebih keras untuk meningkatkan performa ekonomi di lima tahun kedepan, ujarnya.
“Secara umum, dibidang ekonomi kinerjanya terlihat dari sisi pertumbuhan. Karena pertumbuhan tersebut merepresentasikan segala aktifitas yang ada dimasyarakat. Sedangkan tujuan utamanya adalah adalah bagaimana ekonomi dapat tumbuh dengan baik dan merata,” kata Eko.
Menurutnya, diawal pemerintahan Presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi di bawah 5% atau 4,8%. Kemudian dilakukan berbagai macam upaya kebijakan dan terobosan, yang akhirnya pertumbuhan ekonomi mampu meningkat diatas 5%.
Dia menganalisa pertumbuhan itu tidak terlepas dari pilihan terhadap orang-orang yang duduk dikabinet yang masih belum tepat. Akibatnya, perkembangan ekonomi masih turun, namun ketika dilakukan penggantian kemudian pertumbuhan ekonominya menjadi naik.
“Artinya ada kinerja disana. Hanya saja semenjak awal RPJMN 2014-2019 itu dipasang dengan harga yang cukup ambisius, dimana pertumbuhan ekonomi ditargetkan rata-rata tujuh persen, namun hasilnya sekarang ini hanya mencapai dikisaran lima persen,” katanya.
Karena itu Eko berharap, kedepan tim ekonomi Presiden jokowi harus dikocok ulang karena memang dibutuhkan orang yang benar-benar bisa mengimplementasikan harapan didalam rencana tersebut.
Sementara itu, Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengatakan bahwa harus diakui pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini diinginkan masih belum tercapai. Angka kemiskinan, pengangguran, dan gini ratio memang berkurang, namun angkanya harus lebih signifikan lagi.
“Selain itu penerimaan pajak juga tidak tercapai. Oleh karenanya harus ada keberanian menciptakan satu langkah yang luar biasa,” katanya. Dia menambahkan bahwa 65% penerimaan negara berasal dari pajak dan kalau pajak itu tidak tercapai pasti efeknya tinggi kepada APBN.
“Kalau penerimaannya tidak tercapai, pasti pengeluarannya juga menjadi tidak maksimal dan hutang negara juga akan bertambah,” tambahnya
Pada bagian lain dia mengatakan bahwa sejumlah menteri di bidang ekonomi kebanyakan berlatar belakang akademisi dan birokrat.
“Jarang menteri yang punya background pengusaha. Menurut saya sudah saatnya dilakukan kombinasi. Jangan kebijakan-kebijakan Presiden yang sudah pro rakyat malah tidak didukung oleh Menterinya,” katanya. Sebab Menteri adalah pembantu Presiden, dan yang juga memiliki visi misi adalah Presiden, bukan menteri, katanya.