Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuding Eropa dan China melakukan permainan manipulasi mata uang dalam skala besar.
Tudingan ini disampaikan beberapa hari setelah dia menyatakan kesepakatan gencatan senjata tarif dengan Presiden China Xi Jinping.
Dalam cuitannya, Trump menyerukan bahwa AS harus ikut 'bermain' dalam permainan ini, daripada hanya menjadi boneka yang duduk manis dan menunggu dengan sopan saat negara lain sibuk dengan misi mereka.
Pernyataan tersebut memicu para ahli strategi untuk mempertimbangkan bahwa Departemen Keuangan AS bisa kapan saja melakukan intervensi guna melemahkan dolar AS.
Dilansir melalui Bloomberg, AS belum pernah melakukan intervensi pasar FX sejak 2011, di mana saat itu Washington sedang fokus menguatkan dolar AS sebagai upaya internasional, setelah yen Jepang melonjak pascabencana gempa bumi di tahun yang sama.
Kepala Strategi Pertukaran Mata Uang Asing CIBC untuk kawasan Amerika Utara, Bipan Rai, mengatakan bahwa pasar FX harus mulai bersiap untuk kemungkinan intervensi karena adanya faktor obsesi terhadap manipulasi mata uang.
"Departemen Keuangan AS sudah lama tidak melakukan intervensi untuk melemahkan dolar AS, tetapi kami tidak akan terkejut jika ada potensi perubahan sikap di bawah kepemimpinan Trump," ujar Rai, seperti dikutip melalui Bloomberg, Kamis (4/7/2019).
Pasar menanggapi cuitan Trump dengan lonjakan terhadap euro ke level tertinggi pada perdagangan Rabu (3/7/2019), sebelum kembali turun. Meski demikian sentimen tersebut tidak memberikan dampak signifikan terhadap yuan offshore.
Indeks Spot Dollar Bloomberg turun sekitar sebesar 0,5 persen tahun ini, setelah kenaikan sebesar 3,2 persen pada 2018.
Namun, jika menggunakan ukuran tertimbag perdagangan The Fed, posisi dolar AS tidak jauh dari titik terkuat sejak 2002, kondisi yang akan mengancam membuat ekspor AS menjadi kurang kompetitif di luar negeri.
Rai menambahkan, risiko intervensi meningkat jika Fed memutuskan untuk tidak melonggarkan kebijakan pada pertemuan bulan ini.