Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bappenas Tawarkan Alternatif Lain ke Pemerintah untuk Pembiayaan Pembangunan

Dia menjelaskan dibandingkan negara lain, kebijakan fiskal Indonesia jauh lebih prudent. Pada 2018, rasio utang Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lainnya, yakni sebesar hampir 30%.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro /ANTARA-Aditya Pradana Putra
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro /ANTARA-Aditya Pradana Putra

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah akan membuka keran pendapatan lain untuk membiayai proyek infrastruktur.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah akan mengandalkan sumber dana lain di luar pajak untuk pembiayaan proyek. 

Dia menyebutkan beberapa opsi misalnya saja; tarif progresif, kerja sama bilateral, dan terobosan insentif pajak serta ekstensifikasi pajak seperti perjanjian pajak dan bilateral untuk perdagangan antar perbatasan dan transaksi digital.

Menurutnya ini adalah upaya untuk melakukan pembangunan infrastruktur dan menjaga stabilitas moneter di Indonesia. 

"Hingga saat ini, pendapatan dari pajak masih menjadi sumber utama pendapatan negara,” ujar Bambang melalui rilis yang diterima Bisnis, Selasa (2/7/2019).

Dia menjelaskan pendapatan domestik Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak 2018, mencapai Rp1.943,7 triliun atau sebesar 13,1% dari PDB akibat reformasi kebijakan dan fiskal. 

Selain itu, kata Bambang, indikator baiknya anggaran Indonesia juga tercermin dari alokasi anggaran yang berkontribusi terhadap pembangunan nasional dan memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan inklusif. 

Peningkatan transfer ke daerah dan dana desa juga turut berkontribusi untuk akses layanan publik yang lebih baik, pengembangan sumber daya manusia, dan daya saing lokal.

Selain itu nantinya, kebijakan berprinsip Tematik, Holistik, Integratif dan Spasial (THIS) juga terus diimplementasikan untuk pembangunan yang lebih baik. 

Pemerintah Indonesia juga terus menjaga profil utang sebagai upaya untuk meminimalkan risiko. 

Asal tahu saja pada Mei 2019, rasio utang berada di posisi 29,7% PDB, sementara realisasi utang pada Januari hingga Mei 2019 mencapai US$108,1 miliar. 

Mayoritas utang didominasi Surat Berharga Negara sebesar US$209,71 miliar atau sebesar 82,60% dari total utang. Menurut Bambang membandingkan rasio utang ke defisit adalah cara yang paling proporsional untuk menghitung beban utang suatu negara.

Dia menjelaskan dibandingkan negara lain, kebijakan fiskal Indonesia jauh lebih prudent. Pada 2018, rasio utang Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lainnya, yakni sebesar hampir 30%. 

"Dengan defisit yang relatif sama, Italia dan Meksiko misalnya, memiliki rasio utang lebih dari dua kali lipat dibanding Indonesia,” tegas Bambang. 

Dia juga mengklaim kondisi makro pun terbilang cukup stabil, dengan kebijakan fiskal dan moneter yang berkontribusi terhadap inflasi yang rendah dan stabil. 

Pada akhir 2018, inflasi Indeks Harga Konsumen tercatat 3,13% (y-o-y), masih berada dalam target. 

"Tahun ini, rupiah pun diprediksi terus menguat akibat kontribusi dari outlook ekonomi yang positif, sinyal The Fed untuk memotong tingkat suku bunga, dan perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh S&P Ratings,” tutur Bambang dalam acara Joint Meeting dengan Official Monetary and Financial Institutions Forum (OMFIF) di London, Inggris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper