Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menjamin bahwa Hak Guna Usaha (HGU) memiliki kekuatan hukum dalam hal kepemilikan atau penguasaan dan pengelolaan areal atau wilayah yang digunakan sebagai usaha perkebunan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ery Suwondo mengatakan, seperti halnya Sertifikat Hak milik (SHM), HGU juga bersifat bersifat pribadi (privat). Artinya, HGU tidak dapat diakses oleh sembarang orang atau dapat dibuka secara gamblang untuk umum.
“Berbeda dengan SHM, HGU berbatas waktu, batas waktunya 35 tahun serta bisa diperpanjang hingga 25 tahun. HGU juga tidak bisa diwariskan turun temurun,” kata Ery seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat, (28/6).
Kendati demikian, tertutupnya akses data hak guna usaha sampai saat ini selalu menimbulkan problematika tersendiri karena selalu berhubungan dengan kepemilikan lahan. Hal itu pun diakui oleh Ery, dia menilai problematika terjadi terutama karena lahan perkebunan bersinggungan dengan hutan atau kawasan hutan.
“Pemberian HGU yang bermasalah, biasanya bersinggungan dengan hutan atau kawasan hutan. Namun pada prinsipnya, Kementerian ATR/BPN menerapkan proses yang ketat dan clear and clean,” ujarnya.
Sebagai contoh, hingga kini pihaknya masih menahan pemberian HGU untuk 80.000 hektare bakal areal perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah.
Penahanan itu dilakukan karena arealnya disinyalir bersinggungan bahkan masuk atau memakai kawasan hutan. Apabila, izin hak guna usaha diberikan, akan mengubah tata ruang wilayah tersebut secara signifikan.
Guna mencegah terjadinya masalah ke depan, Ery mengatakan pihaknya sedang menyiapkan Rancangan Undang Undang (RUU) Pertanahan yang saat ini masih dalam tahap pembahasan bersama dengan DPR RI.
Rancangan Undang-Undang Pertanahan diharapkan dapat menjadi solusi tumpang tindih regulasi dan peraturan terkait lain yang menjadi penyebab timbulnya konflik lahan di perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit.
“Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sedang memproses bersama DPR. Kebijakan ini sebagai upaya untuk mengatasi dan mensinergikan regulasi yang tumpang tindih dalam pengelolaan Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri,” tandasnya.