Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perhatikan Masalah Ini Sebelum Bangun Angkutan Massal di Daerah

Dalam membangun angkutan massal di daerah, pemerintah pusat disebut harus memperhatikan sejumlah hal yang dipandang sangat krusial.
Ilustrasi - Pekerja beraktivitas pada pembangunan transportasi massal Light Rail Transit (LRT) di Cibubur, Jakarta Timur, Rabu (15/2)./Antara-Yulius Satria Wijaya
Ilustrasi - Pekerja beraktivitas pada pembangunan transportasi massal Light Rail Transit (LRT) di Cibubur, Jakarta Timur, Rabu (15/2)./Antara-Yulius Satria Wijaya

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam membangun angkutan massal di daerah, pemerintah pusat disebut harus memperhatikan prosesnya bukan sekadar proyek pembangunannya

Pengamat Transportasi Unika Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menuturkan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus memperhatikan kondisi masing-masing daerah dalam menyiapkan angkutan massal di daerahnya.

Perhatian dapat dibagi menjadi dua jenis daerah yakni daerah yang sudah memiliki inisiatif mengembangkan transportasi massal serta daerah yang belum sama sekali membangun transportasi massal tersebut.

"Bagi daerah-daerah yang sudah inisatif, dibina, dibantu membuat regulasinya supaya kalau ganti kepala daerah bisa jalan terus, kasus Palembang dari bagus jadi buruk itu bisa jadi contoh," terangnya kepada Bisnis, Rabu (26/6/2019).

Sementara itu, daerah yang belum memiliki angkutan massal didorong minimal melakukan skema buy the service atau membeli layanan angkutan massal ke pihak ketiga

Skema tersebut minimalnya ada satu kota percontohan di setiap provinsi, sehingga pemerintah daerah lainnya dapat belajar membangun angkutan massal yang baik di masing-masing tempat asalnya.

"APBN masuk dulu, atau swasta pun bisa, kita revisi di UU Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) supaya sumber pendanaan dari BUMN dan swasta pun bisa. Mereka punya uang transportasi karyawan, masukkan saja ke konsep [angkutan massal] itu," tuturnya.

Sementara itu, proses pendekatan yang paling utama adalah memulai dari kepala daerahnya dan Ketua DPRD.  Djoko menilai, selama ini pusat tak melihat kondisi riil di daerah, sehingga dalam membentuk program yang sukses harus bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Jadi rangkul Kemendagri, panggil kepala daerah, Ketua DPRD masing-masing, nanti ada pembagian wewenang. Percuma dikasih program subsidi operasional, tapi tidak ada program pembatasan kendaraan pribadi, halte yang memadai, pedestrian yang bagus, itu harus ada hitam di atas putih di awal," paparnya.

Selain itu, pendekatan operator yang sudah ada pun harus diperhatikan. Dia mewanti-wanti sampai angkutan BUMN seperti DAMRI beroperasi padahal angkutannya sudah ada.

Dia juga meminta pemerintah memperhatikan angkutan perdesaan karena berdasarkan catatannya kurang dari 10% angkutan pedesaan yang tersedia sehingga masyarakat memilih bertransportasi menggunakan kendaraan bak terbuka yang membahayakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper