Bisnis.com, JAKARTA -Sektor properti mendapatkan perhatian khusus pemerintah. Setelah memberikan insentif bagi rumah sederhana dan hunian mewah pemerintah juga akan memangkas tarif PPh 22 bagi hunian mewah dari 5% menjadi 1%.
Rencana pemangkasan ini merupakan komitmen pemerintah untuk menstimulus sektor properti yang kontrobusinya ke produk domestik bruto relatif stagnan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa langkah pemerintah yang memberikan insentif sektor properti ini didasarkan oleh sejumlah pertimbangan, salah satunya adalah sektor ini cenderung mengalami pelambatan.
"Padahal, perannya ke ekonomi cukup besar," kata Suahasil di Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukan bahwa kontribusi sektor real estat (properti) terhadap produk domestik bruto (PDB) mengalami stagnasi bahkan cenderung mengalami pelambatan.
Pada 2015 lalu misalnya sektor ini mampu berkontribusi sebesar 2,84% dari PDB. Namun sejak 2016 angkanya mulai berangsur menurun ke posisi 2,83%, 2,82% pada tahun 2017 dan pada tahun 2018 kembali terjun ke angka 2,74%.
"Jadi kalau ini naik maka efeknya juga bagus ke perekonomian," ungkapnya.
Sebelumnya, Untuk mendorong sektor properti pemerintah merelaksasi baseline pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.
Pelonggaran itu terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.86/PMK.010/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.
Dengan berlakunya beleidini, kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya yang nilainya di bawah Rp30 miliar bebas dari pengenaan PPnBM. Artinya hunian yang nilainya di atas Rp30 miliar tetap kena PPnBM sebesar 20%.
Adapun pemerintah juga merelaksasi baseline sekaligus menyederhanakan zona wilayah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi rumah umum, asrama mahasiswa, pondok boro, dan perumahan lainnya melalui implementasi PMK No.81/PMK.03/2019.
Jika dalam aturan sebelumnya yakni PMK No.113/PMK.03/2014 pembebasan diberlakukan kepada sembilan zona wilayah. Dalam ketentuan yang baru, jumlah zona wilayahnya disederhanakan menjadi hanya lima wilayah.
Selain itu, baseline harga jual pembebasan PPN yang pembagiannya didasarkan pada harga jual tahun juga mengalami penyederhanaan yakni hanya untuk tahun 2019 dan 2020. Untuk wilayah Jawa (minus Jabodetabek) dan Sumatra (minus Bangka Belitung dan Kepulauan Mentawai) misalnya, baseline harga jual rumah yang mendapatkan pembebasan PPN adalah rumah dengan harga jual Rp140 juta pada 2019 dan Rp150 juta pada 2020.
Kawasan Kalimantan kecuali wilayah Kabupaten Murung Raya dan Mahakam Hulu baseline harga jualnya pada 2019 Rp153 juta dan Rp164,5 juta pada 2020. Sementara itu wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) batas pembebasan PPN diberlakukan untuk rumah dengan harga jual pada 2019 senilai Rp146 juta serta Rp156,5 juta pada 2020.
Batas pembebasan PPN di wilayah Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Mahakam Ulu adalah rumah dengan harga jual Rp158 juta pada 2019 dan Rp168 juta pada 2020.
Adapun batas pembebasan PPN paling tinggi dibandingkan wilayah lainnya diberlakukan kepada kawasan Papua dan Papua Barat. Untuk kedua wilayah ini, pemerintah dalam kebijakan yang diundangkan pekan lalu ini, memberikan pembebasan PPN bagi rumah yang memiliki harga jual senilai Rp212 juta pada 2019 dan Rp219 juta pada 2020.
Meski demikian, tak semua rumah sederhana dan rumah sangat sederhana mendapatkan pembebasan PPN. Untuk mendapatkan fasilitas fiskal tersebut, ada lima kriteria yang harus dipenuhi.
Pertama, luas bangunan tidak melebihi 36 m2. Kedua, harga jual tidak melebihi batasan harga jual, dengan ketentuan bahwa batasan harga jual didasarkan pada kombinasi zona dan tahun yang berkesesuaian.
Ketiga, merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 tahun sejak dimiliki.
Keempat, luas tanah tidak kurang dari 60 m2. Kelima, perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.