Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan penetapan Hutan Adat seluas 6,53 hektare.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan selama ini proses penetapan hutan adat secara definitif harus melalui proses administrasi yang cukup rumit dan panjang.
Sebagai solusi agar penetapan kawasan hutan adat dapat segera diselesaikan, Siti mengatakan pihaknya mengambil inisiatif untuk menetapkan wilayah indikatif hutan adat.
"Itu untuk upaya percepatan [proses penetapan hutan adat]. Ini dilakukan supaya wilayah tersebut tidak diganggu oleh kepentingan yang lain. Supaya masyarakat adat di sana merasa aman sambil proses administrasi di pemerintah daerah berlangsung," kata Siti di Kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat.
Siti mengatakan pihaknya telah menerbitkan Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Adat Fase I yang tertuang pada SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 312/2019 dengan luasan sekitar 453.831 hektare.
Luasan tersebut terdiri atas Kawasan Hutan Negara seluas 384.896 hektare, Areal Penggunaan Lain seluas 68.935 hektare dan Hutan Adat seluas 19.150 hektare.
Luasan peta ini juga tersebar di 5 region, yakni Sumatra (64.851 hektare), Jawa Bali Nusa Tenggara (14.818 hektare), Kalimantan (54.978 hektare), Sulawesi (261.323 hektare), serta Maluku dan Papua (77.009 hektare).
"Berapa target penetapannya? Target penetapannya 6,3 juta ha. Saya minta sama pak Dirjen [Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto] jangan lama-lama [menyelesaikan target tersebut]," ujar Siti.
Siti juga meminta agar Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Adat dapat terus ditambah secara berkala dan kumulatif.
Siti menilai penetapan wilayah Hutan Adat atau pengakuan terhadap masyarakat Adat dapat menyelesaikan konflik agraria.
"[Karena] di antara catatan konflik [agraria] itu kan juga [ada] masyarakat adat," jelas Siti.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto menjelaskan, penetapan peta hutan adat dan wilayah indikatif adat fase I didasari beberapa pertimbangan teknis yakni, terdapat usulan Hutan Adat seluas 9,3 juta hektare dari para pihak.
"Setelah kami analisis dengan peta kawasan hutan, hutan adat yang berada di kawasan hutan hanya seluas 6,55 juta hektare," jelasnya beberapa waktu lalu.
Bambang melanjutkan, dari 6,55 juta hektare tersebut yang tidak mempunyai produk hukum sekitar 2,89 juta hektare sedangkan yang sudah mempunyai produk hukum seluas 3,66 juta hektare.
Produk hukum pada areal kawasan hutan seluas 3,66 juta hektare itu terdiri atas Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat seluas 6.495 hektare, Perda Pengaturan dan SK Pengakuan seluas 185.622 hektare, SK pengakuan Masyarakat Hutan Adat seluas 226.896 hektare, Perda Pengaturan seluas 3.06 juta hektare, dan Produk Hukum Lainnya seluas 274.771 hektare.
Kendati sudah memiliki produk hukum, skema hutan adat masih terbentur kurang lengkapnya administrasi penataan tata ruang titik wilayah adat di tingkat daerah.
"Biasanya yang sering tertinggal itu ada produk hukumnya berupa peraturan daerah namun wilayah adatnya tidak dijabarkan," jelas Bambang.
Untuk diketahui, skema Hutan Adat juga merupakan bagian dari program perhutanan sosial. Adapun, realisasi perhutanan sosial per 13 Mei 2018 sudah mencapai 3,07 juta hektare dengan pemberian SK untuk skema Hutan Adat sudah mencapai 472.981 hektare.