Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Temui Jokowi, Apindo Usul Revisi UU Ketenagakerjaan Terutama Dua Isu Ini

Asosiasi Pengusaha Indonesia, Apindo, mengusulkan kepada Presiden untuk merevisi Undang-undang Ketenagakerjaan, terutama terkait dengan investasi padat karya dan jaminan pensiun.
Presiden Joko Widodo (kanan) bersiap melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani (keempat kiri) serta jajaran pengurus di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (13/6/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kanan) bersiap melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani (keempat kiri) serta jajaran pengurus di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (13/6/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Pengusaha Indonesia, Apindo, mengusulkan kepada Presiden untuk merevisi Undang-undang Ketenagakerjaan, terutama terkait dengan investasi padat karya dan jaminan pensiun.

Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani ketika bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (13/6/2019).

"Tadi kami sampaikan perlu kiranya pemerintah untuk melihat kembali Undang-undang Ketenagakerjaan kita karena undang-undang ini selain sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini, " kata Hariyadi.

Hariyadi mencontohkan mengenai adanya relokasi investasi besar-besaran para pemain industri padat karya ke sejumlah negara antara lain Myanmar, Laos, Bangladesh, dan Vietnam.

Padahal, lanjutnya, secara ekonomi Indonesia membutuhkan investor industri padat karya untuk menyerap tenaga kerja lokal yang masih berlatar belakang pendidikan SMP ke bawah.

Fenomena relokasi investasi ini diakui Hariyadi dipengaruhi oleh regulasi di Indonesia yang masih terkotak-kotak sehingga menimbulkan ketidakpastian secara hukum.

"Kita tentunya jangan sampai tetap berkonsentrasi kepada padat modal tetapi pada karyanya tidak ditangani dengan baik," tegas Hariyadi.

Poin lainnya adalah soal jaminan pensiun. Menurut Hariyadi sistem jaminan pensiun saat ini, yang menganut asas manfaat pasti, mengandung risiko fiskal yang cukup besar.

Hariyadi menyebutkan banyak negara yang sudah meninggalkan manfaat pasti,  beralih ke iuran pasti. "Nah ini juga kami mohon untuk dilihat kembali mumpung belum terlalu lama," tambah Hariyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper