Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengajukan proposal tarif terhadap barang-barang dari negara yang terbukti telah membuat nilai tukar mata uangnya rendah (undervalued currency).
Proposal, yang dituangkan dalam pemberitahuan Daftar Federal (Federal Register) yang dirilis pada Kamis (23/5/2019), akan memungkinkan perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam meminta tarif anti-subsidi.
Tarif itu bakal diterapkan untuk produk-produk dari negara yang ditemukan oleh Departemen Keuangan AS terlibat dalam kompetisi devaluasi (competitive devaluation) atas mata uang mereka. Saat ini tidak ada negara di dunia yang memenuhi kriteria itu.
Kendati demikian, langkah itu juga menetapkan standar yang lebih luas dengan berfokus pada “undervaluasi” mata uang.
Presiden Donald Trump telah lama mengancam akan melabeli China sebagai manipulator mata uang. Pemerintahannya telah memeriksakan bagaimana mengambil pendekatan yang lebih agresif terhadap apa yang kini digunakan oleh Departemen Keuangan untuk menentukan adanya manipulasi mata uang.
"Perubahan ini menjadi pemberitahuan para eksportir asing bahwa Departemen Perdagangan dapat membalas subsidi mata uang yang merugikan industri AS,” terang Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross dalam sebuah pernyataan.
“Negara-negara asing tidak lagi dapat menggunakan kebijakan mata uang yang merugikan pekerja dan bisnis Amerika,” tegasnya, sebagaimana diberitakan Bloomberg.
Pemberitahuan yang dirilis oleh Departemen Perdagangan itu menyatakan akan tunduk kepada Departemen Keuangan dalam menentukan apakah suatu nilai tukar mata uang dianggap rendah (undervalued).
Pemberitahuan yang sama juga secara khusus menyebutkan bahwa langkah itu tidak ditujukan pada tindakan bank sentral manapun yang menghasilkan perubahan mata uang.
“Dalam menentukan apakah ada tindakan pemerintah yang membuat nilai tukar mata uangnya menjadi rendah, tidak kami maksudkan mencakup kebijakan moneter dan kebijakan kredit terkait dari bank sentral independen ataupun otoritas moneter,” lanjut Departemen Perdagangan.
Menurut Scott Lincicome, seorang advokat perdagangan internasional, langkah itu akan menjadi keberangkatan besar dari kebijakan tarif AS yang lalu.
“Selama satu dekade terakhir perusahaan-perusahaan Amerika telah mencoba beberapa kali untuk membuat Departemen Perdagangan memperhitungkan mata uang yang lemah sebagai subsidi,” tutur Lincicome.
“Langkah itu membuka pintu tarif tambahan terhadap barang apapun dari negara manapun yang diketahui memiliki nilai tukar mata uang yang rendah,” tambahnya.