Bisnis.com, JAKARTA - PT PLN (Persero) masih melakukan pra studi kelayakan pada delapan wilayah kerja panas bumi dengan kapasitas total 290 MW yang ditugaskan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebelum ditargetkan beroperasi komersial antara tahun 2024 atau 2025.
Delapan WKP yang sedang masuk tahap studi kelayakan atau feasibility study (FS) yakni Songa Wayaua di Maluku Utara berkapasitas 10 MW, Atedei berkapasitas 5 MW di NTT, Gunung Sirung 5 MW di NTT, Gunung Tangkuban Perahu 55 MW di Jawa Barat, Oka Ile Ange 10 MW di Pulau Flores, Gunung Ungaran 55 MW di Jawa Tengah, Kepahiang 110 MW di Bengkulu, Danau Ranau 40 MW di Lampung.
Vice President Energy Panas Bumi PLN Aris Edi Susangkiyono mengatakan pada tahun ini perseroan masih membentuk kemitraan dan mengurus pendanaan. Jika kemitraan sudah terbentuk, pada 2020 akan dilakukan eksplorasi yang bisa memakan waktu hingga dua sampai tiga tahun. Kemungkinan, WKP tersebut baru bisa dioperasikan antara 2024 atau 2025.
Menurutnya, PLN sangat memandang penting pengembangan energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkitan. Selain, ingin memanfaatkan potensi energi panas bumi yang menurutnya cukup berlimpah di Indonesia.
"Kita pertama ingin mengembangkan renewable energy, dan tidak boleh abai atau tinggal diam untuk bisa memanfaatkan energi ini," katanya kepada Bisnis, Kamis (9/5/2019).
Menurutnya, jika dipresentasekan, PLN saat ini baru memegang penugasan 10% dari total WKP yang ada di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian ESDM, total sumber daya panas bumi yang dimiliki Indonesia sekitar 25,386.5 Mega Watt Eletrical (Mwe). Potensi panas bumi yang telah teridentifikasi berada di 349 lokasi.
PLN pun melihat pengembangan panas bumi sebagai energi pembangkitan sebagai bisnis yang menguntungkan. Hal tersebut lantaran pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Keuangan Nomor 62/PMK.08/2017 tentang pengelolaan dana pembiayaan infrastruktur yang akan memberikan pinjaman salah satunya kepada BUMN untuk membiayai kegiatan infrastruktur panas bumi. Dengan permen tersebut, jika terjadi kegagalan, porsi pengembalian pinjaman tersebut hanya 50% dan dapat dibebankan kepada mitra yang diajak bekerja sama oleh PLN.
"Jadi dengan mitra jika terjadi kegagalan yang akan membayar adalah mitra," katanya.
Sementara, PLN telah mengelola dua WKP yakni Ulumbu di Flores yang beroperasi sejak 2012 dengan kapasitas 4x2,5 MW dan Mataloko berkapasitas 3 MW di Pulau Ende yang beroperasi sejak 2011. PLTP Ulumbu dan Mataloko masing-masing memiliki 3 dan 6 sumur.
PLN saat ini juga sedang melakukan studi kelayakan pada WKP Tulehu di Ambon berkapasitas 2 x 10 MW dengan melakukan pemboran. Adapun pemboran di WKP Tulehu telah dilakukan sejak tahun lalu dan hasilnya masih direview sebelum nantinya dioperasikan untuk pembangkitan.