Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo menyatakan kunci keluar dari jebakan ekonomi negara berkembang terletak kepada tiga faktor utama yakni ketersediaan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan sumber daya manusia (SDM).
Tak hanya bisa keluar dari jebakan negara berkembang, Jokowi mengatakan ketiga faktor tersebut mampu mengantarkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat pada 2045.
“Untuk masuk ke sana tidak mudah, banyak tantangan yang harus diselesaikan, dihadapi. Jangan dipikir kita biasa-biasa, tahu-tahu masuk ke-4 besar, [masuk] ke-5 besar ekonomi terkuat. Rumus seperti itu tak ada. Banyak negara terjebak middle income trap karena tidak bisa menyelesaikan persoalan besar di negaranya,” ujarnya di Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2019 dan RKP 2020, di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Persoalan pertama yang disebutkannya adalah pemerataan infrastruktur. Ketika pemerintah pusat sudah membangun infrastruktur utama, jelasnya, giliran pemerintah daerah untuk menyambungkannya ke simpul-simpul ekonomi di daerah tersebut misalnya disambungkan ke kawasan industri, pariwisata, hingga sentra industri kecil.
“Saya minta gubernur, wali kota, baik jalan tol, pelabuhan, airport, segera [disambungkan]. Provinsi, kabupaten, kota, menyambungkan dengan titik-titik di tempat masing-masing. Tanpa itu, tidak ada daerah bisa menikmati pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.
Yang kedua adalah reformasi birokrasi, utamanya yang menyangkut perizinan. Berbelitnya perizinan di Indonesia diakuinya masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara konsisten dan berkelanjutan. Poin ini, sebutnya, merupakan kunci untuk memperbaiki kinerja ekspor dan investasi Indonesia.
Baca Juga
“Investasi, perizinan, berbelit baik di pusat atau daerah, baik di Jakarta, provinsi, kabupaten kota, belum ada penyelesaian drastis. Lima tahun lalu investor berbondong datang, tapi yang netas [terealisasi],sangat kecil sekali,” tekannya.
Poin ketiga adalah peningkatan kapasitas SDM. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja pada Februari 2019 sebanyak 136,18 juta orang, naik 2,24 juta orang dibandingkan Februari 2018.
“Data terakhir tenaga kerja 51% [masih] lulusan SD. Upskilling dan reskilling besar-besaran. Kita perlu jutaan, bukan ratusan ribu. Ini terus kita rapatkan agar betul-betul bisa beri beasiswa, jutaan terhadap mahasiswa kita,” jelasnya.