Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menyatakan tengah memonitor persiapan masuknya investasi asing dalam teknologi coal to prophylene (CTP) dengan nilai lebih dari US$10 miliar hingga 2024.
Asosiasi menilai teknologi tersebut akan menambah kapasitas produksi polyprophylene (PP) sebesar 400.000 ton per tahun atau menjadi 1,2 juta ton per tahun.
Polyprophylene atau polipropilena adalah polimer termo-plastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, di antaranya pengemasan, tekstil (tali, pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan labolatorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer.
Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono mengatakan, perakitan teknologi CTP tersebut akan rampung pada 2023. Adapun, ada beberapa negara yang tengah menawarkan teknologi tersebut untuk dirakit di dalam negeri, seperti China, Amerika Serikat, Inggris, dan Afrika Selatan.
"Demand [polyprophylene] itu 1,7 juta ton [tahun ini]. Dalam negeri baru [bisa produksi] sekitar 800.000 ton, jadi 900.000 ton masih impor. Kalau itu dibangun CTP akan tambah 400.000 ton [pada] 2023, tetapi kebutuhan kita akan naik jadi 2,3 juta lebih [pada 2023]," papar Fajar kepada Bisnis, Selasa (7/5/2019).