Bisnis.com, JAKARTA – Kesepakatan yang ditandatangani Menteri Perdagangan Indonesia Enggartisto Lukita bersama menteri-menteri perdagangan Asia Tenggara lainnya dipandang positif dapat mengerek ekspor jasa. Kesepakatan ASEAN Trade in Services Agreement (ATISA) bahkan diyakini mampu melambungkan nilai ekspor jasa Indonesia sampai 20% lebih besar.
Ekonom perdagangan internasional dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal menilai, ATISA akan dapat meningkatkan sampai 20% ekspor sektor jasa Indonesia ke ASEAN. Apalagi, perkembangan sektor jasa dipandang cukup signifikan. Sektor ini juga cukup positif menyumbang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Angka sektor jasa cukup positif, kalau kita lihat kontribusinya terhadap GDP ," katanya kepada kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/4).
Dia juga mengatakan, sektor jasa memiliki korelasi positif terhadap perdagangan barang. Karena itu, kesepakatan ASITA kemarin dipandang akan berdampak positif pula terhadap perdagangan barang antara Indonesia dengan ASEAN.
“Ketika kita mempercepat atau mempertegas keikutsertaan kita di sana (perdagangan jasa), korelasinya cukup positif terhadap trade in goods juga,” katanya.
Namun, dia mengingatkan supaya Indonesia meningkatkan basis daya saing sektor jasa. Menurutnya, sektor jasa Indonesia masih tertinggal apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga lain, terutama Singapura.
“Tapi memang secara tren, tren sektor jasa di Indonesia cukup positif,” ungkapnya.
Menurut Direktur Eksekutif Apindo, Danang Girindrawardana, sebaiknya pemerintah mengarahkan ekspor dalam bentuk tenaga kerja terlatih dan terdidik ke berbagai negara lewat kesepakatan di ATISA. Apalagi selama ini, Indonesia sudah sering memuat kerja sama dengan berbagai negara di Asia, mulai dari Jepang hingga Hong Kong, mengenai pengiriman tenaga kerja terampil dan terdidik.
“Potensinya besar. Ini yang skilled labour ya. Indonesia potensial di situ,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/4).
Namun sampai saat ini, dari kalangan pengusaha belum mampu memproyeksikan bagaimana hasil dari kesepakatan terbaru mengenai perdagangan jasa di ASEAN tersebut. Hanya saja, ia berharap, ATISA mampu mengatasi hambatan pengiriman tenaga kerja terampil dan terdidik dari Indonesia.
“Selama ini kan berbagai negara punya ketentuannya masing-masing. Semoga dengan ini semakin jelas,” imbuh Danang.
Peran perdagangan jasa dalam membentuk ekonomi Asia Tenggara kian hari dipandang makin penting. Berdasarkan data Sekretariat ASEAN, nilai ekspor jasa di kawasan ini telah meningkat tiga kali lipat dari US$113,4 miliar pada 2005 menjadi US$ 360,5 miliar pada 2017.
Dalam periode yang sama, impor jasa ASEAN menyentuh US$342,7 miliar pada 2017. Padahal pada 2005, nilainya baru di angak US$140,8 miliar.
Di Indonesia , sampai akhir 2018, total nilai ekspor jasa menyentuh angka US$27,93 miliar. Sementara itu, nilai impor jasa berada di angka US$35,03 miliar.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, dampak dari perjanjian ATISA dan ACIA yang diteken pada Selasa lalu baru akan terasa dalam jangka panjang.
“Sesama anggota ASEAN berkomitmen mengurangi hambatan dagang antar negara karena ini menjadi dasar ASEAN dan kekuatan ASEAN tertumpu pada hal itu,” ungkapnya.
Untuk mengatasi berbagai hambatan perdagangan jasa di Asia Tenggara, menteri-menteri perdagangan di kawasan ASEAN menandatangi dua perjanjian penting di Thailand, Selasa (23/4). Kedua perjanjian tersebut ialah protocol keempat amandemen Asean Comprhensive Investment Agreement (ACIA) dan Asean Trade in Services Agreement (ATISA). ATISA diharapkan dapat meningkatkan standar dan transparansi, sekaligus mengurangi hambatan dagang di bidang jasa antarnegara ASEAN. Komitmen yang tertuang dalam ATISA mulai berlaku 180 hari sejak penandatanganan.