Bisnis.com, JAKARTA – Indonesian Fashion Chamber menyatakan harga serat rayon yang diproduksi di dalam negeri masih di atas produk impor.
"Selisih Rp2.000 rupiah saja, [jika dikalikan] dengan sekian juta meter, mereka tidak mau pindah [mengonsumsi serat rayon] lokal, makanya harus fight," ujar National Chairman IFC Ali Charisma, Senin (22/4/2019).
Menurutnya, seharusnya harga serat rayon yang diproduksi di dalam negeri dapat lebih murah sehingga dapat lebih menekan biaya produksi produsen tekstil dan produk tekstil (TPT).
Kendati demikian, Ali juga mengapresiasi langkah salah satu produsen serat rayon, PT Asia Pasific Rayon (APR), yang memberikan insentif berupa biaya pengembangan produk kepada para produsen yang menggunakan serat rayon produksi mereka.
Menurutnya, dengan bertambahnya produsen serat rayon lokal, produsen TPT dapat menekan biaya karena pemesanan barang kini sudah ada di dalam negeri. Apalagi serat rayon lebih mudah menyerap warna yang menghasilkan volume limbah lebih sedikit.
Ali mengatakan selama ini produsen tekstil domestik masih bergantung kepada serat rayon dari Cina, India, dan negara-negara di Eropa. Di sisi lain, konsumsi serat rayon masih berkisar 8% dari produksi TPT nasional.
Menurutnya, produsen serat rayon lokal harus berusaha keras untuk dapat mendapatkan pesanan dari para produsen di Tanah Air.
Dia mengatakan bahwa alokasi produksi serat rayon di dalam negeri belum dapat mencukupi konsumsi nasonal. Pasalnya, konsumsi serat rayon di Tanah Air mencapai 400.000 ton per tahun.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mencatat ada 2 produsen viscose-rayon selain PT Asia Pasific Rayon (APR) dengan kapasitas keduanya mencapai 450.000 ton per tahun. Namun, produsen lokal masih mengimpor sekitar 150.000 ton--170.000 ton per tahun karena salah satu perusahaan berada di kawasan berikat, sehingga harus mengekspor produknya.