Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Naiknya HPP Gula Harus Disertai Perbaikan Industri Secara Keseluruhan

Pemerintah diharapkan bisa mengakomodir tuntutan petani tebu untuk menaikkan harga pokok petani (HPP) menjadi Rp10.900/kg.
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur, Selasa (8/8)./ANTARA-Ari Bowo Sucipto
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur, Selasa (8/8)./ANTARA-Ari Bowo Sucipto

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diharapkan bisa mengakomodir tuntutan petani tebu untuk menaikkan harga pokok petani (HPP) menjadi Rp10.900/kg.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan tuntutan itu sebenarnya tidak akan membawa kondisi yang lebih baik bagi seluruh pelaku industri gula dan juga konsumen secara umum. Walaupun demikian, lman menjelaskan, tuntutan petani untuk menaikkan HPP adalah wajar karena mereka harus menyesuaikan dengan tingginya biaya produksi.

"Walaupun wajar apabila petani menuntut HPP untuk disesuaikan dengan biaya produksi, akan tetapi kenaikan biaya produksi tanpa disertai kualitas gula yang lebih baik justru akan merugikan pengusaha pengguna gula sebagai bahan produksi, seperti industri makan dan minuman. Pada akhirnya industri-industri ini akan menaikkan harga produk mereka yang juga dikonsumsi oleh rumah tangga termasuk petani gula,” jelasnya dalam siaran resmi, Rabu (10/4/2019).

Lebih lanjut, penerapan HPP pun sebuah tantangan karena adanya operasi pasar tidak serta merta akan membuat harga sesuai dengan HPP secara konsisten. Selain itu, supervisi pelaksanaannya cukup sulit. Maka sebaiknya fokus pemerintah bukan mengubah HPP namun lebih ke restrukturasi biaya produksi industri gula.

Assyifa mengatakan industri gula saat ini dihadapkan pada pabrik-pabrik yang cukup tua dan tidak memiliki skala ekonomi yang optimal untuk memproduksi gula dalam harga yang terjangkau. Jadi ada baiknya merevitalisasi pabrik disertai tindakan-tindakan lain yang sifatnya membantu menurunkan biaya produksi industri gula lebih diutamakan. Diantaranya subsidi tertarget kepada petani, mekanisasi dan pelatihan praktik tanam yang baik.

Adapun mengacu pada sumber data serupa, tingkat rendemen gula Indonesia masih terbilang rendah yaitu sebesar 7,5%. Angka ini jauh dibawah Filipina yang sebesar 9,2% dan Thailand sebesar 10,7%. Assyifa mengatakan fakta inimenandakan perlunya optimisasi kinerja pabrik gula domestik agar dapat bekerja lebih efisien untuk menghasilkan gula dalam biaya yang lebih rendah. 

Maka itu, pemerintah sebaiknya terus mendorong revitalisasi pabrik gula agar menjamin kesejahteraan petani dan keterjangkauan harga gula dalam jangka panjang. “Lebih lanjut, apabila konsisten menekuni jalan ini, tingkat produksi gula pelan-pelan dapat ditingkatkan sehingga bisa menjadi komoditas ekspor dan menguntungkan Indonesia. Walaupun mungkin jalan menuju ke ranah tersebut masih panjang,” katanya.

Sebelumnya, petani gula mengajukan perubahan terkait dengan usulan kenaikan HPP gula kristal putih (GKP) dari Rp10.500/kilogram (kg) menjadi Rp10.900/kg.

Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, perubahan usulan itu didasarkan kepada perkembangan terbaru ongkos produksi gula di tingkat petani. Dia mengklaim biaya pokok produksi di tingkat petani saat ini berada pada kisaran Rp10.800/kg.

“Permintaan kami tetap sama. Kami ingin HPP gula direvisi dari level saat ini yang hanya Rp9.700/kg paling tidak setara dengan BPP. Tetapi baru-baru ini kami melihat ada perubahan BPP di tingkat petani yang harus disesuaikan, sehingga harapan kami HPP bisa ditetapkan minimal Rp10.900/kg, agar petani bisa mendapatkan margin keuntungan yang cukup,” jelasnya, Kamis (4/4/2019).

 Dia mengatakan, usulan tersebut telah diajukan kepada pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Pasalnya, menurut dia, Kementan baru-baru ini telah menurunkan tim untuk melakukan survei terkait dengan HPP di tingkat petani.

Sementara itu, terkait molornya realisasi tuntutan petani gula terhadap Presiden Joko Widodo untuk merevisi HPP GKP, dia mengaku tak terlalu mempermasalahkan. Dia menyatakan, para petani memahami bahwa presiden tengah disibukkan oleh kampanye pemilihan presiden.

Namun, menurutnya pemerintah telah menjanjikan pada akhir April, akan muncul keputusan baru mengenai wacana revisi HPP tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper