Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI) menilai investasi asing di pelabuhan seharusnya bukan menjadi momok bagi perekonomian nasional. Investasi tersebut harus dilihat sebagai upaya peningkatan daya saing pelabuhan Indonesia yang dapat menekan biaya logistik.
Ketua Umum ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi menuturkan bahwa investasi asing maupun nasional itu akan berdampak positif selama memang adil bagi negara.
"Intinya di situ, jangan sampai negara dirugikan oleh bentuk investasi nasional maupun penanaman modal asing [PMA]," terangnya kepada Bisnis, Senin (8/4/2019).
Menurutnya, hampir seluruh nengara termasuk di kawasan Asia Tenggara membuka investasinya bagi asing di pelabuhan termasuk Vietnam, Thailand, dan Malaysia, sehingga PMA di pelabuhan bukan merupakan hal yang tabu terutama dalam bisnis kontainer.
Dia juga sepakat dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang akan mengevaluasi perjanjian kerja sama dengan asing yang sudah berjalan cukup lama.
"Sebenarnya supaya lebih menarik seharusnya daftar negatif investasi [DNI] pelabuan dibuka saja, karena selama ini pelabuhan masuk negative list. Kalau logistik dibuka kenapa infrastruktur pelabuhan tidak, justru kalau ada alternatif pilihan seperti Patimban, dibantu Jepang, Pelindo jadi ada kompetisinya," katanya.
Dia menilai, kerja sama asing dengan BUMN atau swasta yang mengelola pelabuhan memang perlu dievaluasi dalam jangka panjang, sebab perlu ada pertimbangan juga kerja sama dilakukan dengan swasta nasional yang lebih menguntungkan.
Menurutnya, selama ini investasi di pelabuhan masih kurang menarik bagi investor asing karena aturan DNI yang masih mengharuskan kepemilikan saham maksimal 49%. Padahal, investasi di bidang logistik sudah dibuka untuk asing hingga kepemilikan saham 67%, seharusnya investasi infrastruktur di pelabuhan pun demikian.
"Jangan sampai ada anggapan hanya melindungi BUMN semata, harus berani bersaing, pelabuhan di Indonesia secara biaya lebih tinggi, bertambat di Indonesia lebih mahal dibandingkan negara-negara di Asean lainnya," tegasnya.
Dia menilai semakin banyak asing dan swasta yang berkolaborasi akan membuat persaingan usaha menjadi lebih sengit dan ujungnya ongkos logistik akan menjadi lebih rendah.
Yukki mengatakan bahwa masanya proteksi sudah terlewat dan sudah bukan menjadi isu utama, daya saing menjadi fokus utama yang harus dikedepankan oleh pemerintah. Hal ini mengingat keberhasilan negara tetangga dalam mengefisiensikan biaya kepelabuhan mereka.
"Asing bisa usulkan lokasinya, dia berpikir head to head dengan pelabuhan yang sudah ada, salah satunya Patimban karena akan menarik. DNI dibuka pelaku nasional dan asing akan berkolabroasi lebih banyak," katanya.
Sementara itu, bagi perjanjian yang sudah berjalan memang perlu ada evaluasi saat akan melakukan perpanjangan kontrak. "Perpanjangan itu evalausi tentu harus menguntungkan negara ini, bukan semata pajak pelabuhan tapi di daya saing juga pintu ekspor dan impor," imbuhnya.