Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Hilir Karet Masih Senyap

PT. Riset Perkebunan Nusantara (RPN) menilai industri kurang berminat dalam mengembangkan penggunaan karet nasional.
Buruh mengecek lembaran karet yang baru saja dicetak di pabrik pengolahan karet Perusahaan Daerah Citra Mandiri Jawa Tengah (PD CMJT), Tlogo, Tuntang, Kabupaten Semarang, Jateng, Rabu (19/9/2018)./ANTARA-Aditya Pradana Putra
Buruh mengecek lembaran karet yang baru saja dicetak di pabrik pengolahan karet Perusahaan Daerah Citra Mandiri Jawa Tengah (PD CMJT), Tlogo, Tuntang, Kabupaten Semarang, Jateng, Rabu (19/9/2018)./ANTARA-Aditya Pradana Putra

Bisnis.com, JAKARTA - PT. Riset Perkebunan Nusantara (RPN) menilai industri kurang berminat dalam mengembangkan penggunaan karet nasional.

Direktur Utama PT. RPN Teguh Wahyudi mengatakan untuk sementara pemanfaatan karet hanya sebatas aspal jalanan. Kendati masih bisa digunakan sebagai bahan infrastruktur lainnya.

"Sejauh ini sih itu [aspal], yang sekarang cukup punya peluang baik. Sebenarnya karet juga bisa buat infrastruktur lain seperti bantalan karet buat jembatan, dokfender. Tapi itu belum pernah dimanfaatkan, kita masih impor dari luar," katanya di Seminar Nasional Pupuk dan Mekanisasi Perkebunan (4/4/2019).

Teguh mengatakan perseroan tengah fokus mengembangkan pemanfaatan karet di luar campuran aspal. RPN, lanjutnya, sudah menguasai teknologi pemanfaatan karet selain aspal tapi industri belum ada yang berminat.

Salah satu alasan utama adalah biaya produksi yang tinggi akibat mesin produksi yang sudah terhitung tua.

"Ya memang belum ada permesinan baru yang bisa kita buat. Masih menggunakan mesin lama, mungkin karena itu cost-nya mahal. Tapi kita akan kembangkan bertahap," katanya.

Menurutnya, secara nasional pemanfaatan mekanisasi memang kurang di berbagai sektor. Akibat kurang perhatian, membuat biaya produksi menjadi mahal. "Kita itu biaya tenaga kerja kan tinggi bisa 20 persen mungkin dengan mekanisasi bisa turun jadi 15 persen," katanya.

Selain itu, upaya tiga negara produsen yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia untuk memangkas ekspor meningkatkan konsumsi dalam negeri dinilainya sudah tepat.

"Ketika kita canangkan program aspal karet saja kan itu harga karet sudah cukup naik.  Sekarang memang flat tapi tidak turun lagi. Naik tapi tidak tajam juga. Jadi harus ada program-program pemanfaatan lain biar bisa naik terus," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper