Bisnis.com, JAKARTA – Harga properti Dubai berangsur tergelincir. Selain karena adanya guncangan perekonomian global, para investor juga mengkhawatirkan adanya terlalu banyak bangunan sehingga membuat pasok real estat membeludak.
Investor pionir di negara berkembang, Mark Mobius, mengatakan penurunan harga tersebut masih akan terus berlanjut, karena banyak investor yang menahan pembeliannya.
“Jika ingin membeli saya juga akan menunggu harga properti benar-benar anjlok, ketika semua bangunan sudah selesai dibangun dan orang mulai kesulitan untuk menjual propertinya,” ungkapnya seperti dilansir Bloomberg, Kamis (4/4/2019).
Harga jual dan sewa sudah mengalami penurunan hingga sepertiganya dalam lima tahun terakhir dengan adanya periode penurunan jangka panjang seperti yang disebutkan oleh S&P Global Ratings. Penurunan harga itu akan terjadi hingga 12-18 bulan ke depan karena stimulus pemerintah terhadap perekonomian Dubai belum bisa kembali membangkitkan permintaan.
“Pemerintah Dubai sudah mengeluarkan pelonggaran visa jangka panjang untuk investor asing, harusnya itu memberi keuntungan bagi orang berduit, tapi nyatanya tidak,” ungkap Lahlou Meksaoui, analis Moddy’s Investor Service.
Dubai menggantungkan hidup dan matinya pada sektor properti real estat. Ketika ada penggelembungan properti seperti yang terjadi sedekade lalu, Dubai memerlukan dana sebesar US$20 miliar dari negara tetangganya Abu Dhabi agar bisa selamat dari kebangkrutan.
Baca Juga
Kemudian, sejak harga memuncak pada 2014, perekonomian senilai US$108 miliar itu melunak karena mengalami transisi dari adanya ledakan properti menjadi penyusutan.
Kendati demikian, Mobius menambahkan bahwa saham pengembang Dubai belum terlalu murah. Ke depan World Expo 2020 diperkirakan bisa menjadi momentum kebangkitan posisi Dubai di mata dunia.
“Tapi hal itu tetap tidak akan cukup untuk membangkitkan sektor properti Uni Emirat Arab kecuali pemerintahnya melakukan pelonggaran aturan imigrasi. Namun bisa jadi itu malah memicu masalah baru,” kata Mobius.