Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia saat ini tengah menyongsong harapan baru dalam kejayaan pengusahaan hutan alam, dengan mengimplementasikan sistem Silvikultur Intensif (Silin).
Pelaku Industri kehutanan mengatakan bahwa metode silvikultur intensif (Silin) tidak dimaksudkan mengonversi hutan alam menjadi hutan tanaman industri.
Untung Agus Pramono, Manager Pembinaan Hutan PT Sarmiento Parakantja Timber (Sarpatim) mengatakan pengertian baku dari kata konversi adalah penggunaan lahan hutan di luar dari ketentuannya. "Seperti kebun, tambang," kata Untung di Jakarta, Selasa (2/4/2019).
Slamet memberikan gambaran kondisi pengelolaan hutan yang berizin sebenarnya itu 20%-30% peruntukannya digunakan sebagai infrastruktur.
"Itu tidak bisa kami apa-apakan [sampai seterusnya] karena memang itu jalan yang kami bangun [untuk memudahkan pengelolaan hutan]," jelasnya.
Kemudian, sisanya sekitar 50% dibiarkan sebagaimana fungsi alamnya atau tidak ditebang. "Sisanya 20% itu yang kami tanami, ada yang model jalur, atau rumpang," lanjutnya.
Slamet Widodo, Manager Camp PT. Erna Djuliawati mengatakan Silvikultur Intensif berbeda dengan intensif pengelolaan hutan yang ada pada Hutan Tanaman Industri.
Di mana dengan Silin maka bibit pohon yang akan ditanam dipilih dari pohon meranti berkualitas bagus dan pupuk yang digunakan merupakan pupuk organik yang diolah oleh perusahaannya. "Humusnya itu ketebalannya bisa sampai 5 sentimenter," kata Slamet.
Kemudian, perawatan dari hama penyakit yang bisa mematikan tumbuhnya pohon. Sehingga, intensif Silin merupakan suatu metode persemaian yang dilakukan agar pertumbuhan pohon menjadi lebih baik.