Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kesenjangan Keterampilan Jadi Penghambat Prospek Ekonomi Asia Tenggara

Para CEO di Asia Tenggara ternyata tetap optimis mengenai prospek ekonomi di Asia Tenggara, namun mereka menilai kesenjangan keterampilan (skill gap) dapat menghambat perkembangan perekonomian suatu negara dengan optimal.
Oxford Bussiness Group/Istimewa
Oxford Bussiness Group/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Para CEO di Asia Tenggara ternyata tetap optimis mengenai prospek ekonomi di Asia Tenggara, namun mereka menilai kesenjangan keterampilan (skill gap) dapat menghambat perkembangan perekonomian suatu negara dengan optimal.

Hal itu terungkap berdasarkan Business Barometer: ASEAN CEO Survey 2019 yang dilakukan oleh Oxford Business Group.

Dalam survey ekonomi tersebut, OBG melakukan wawancara dan survey secara tatap muka dengan lebih dari 400 CEO perusahaan di Thailand, Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Myanmar dalam rangka menilai sentimen bisnis di kawasan Asia Tenggara.  

Sentimen investor di empat negara yang disurvey tampaknya tetap tinggi, di mana 75% responden mengatakan bahwa perusahaan mungkin atau sangat mungkin akan melakukan investasi dengan modal yang besar dalam jangka waktu 12 bulan ke depan. Optimisme tertinggi datang dari para CEO di Thailand (81%), sedangkan yang terendah datang dari CEO di Indonesia (72%).

Dari seluruh responden, hanya 38% CEO menyatakan bahwa lingkungan perpajakan dalam negeri sudah kompetitif atau sangat kompetitif, sementara 45% lainnya menjawab tidak kompetitif atau sangat tidak kompetitif. Para CEO di Filipina adalah yang paling pesimis karena hanya 23% responden – terutama yang berbasis di Manila – memberikan tanggapan positif terhadap lingkungan perpajakan dalam negeri.

Sementara itu, 39% responden dari masing-masing negara menyatakan bahwa akses terhadap kredit saat ini mudah atau sangat mudah, namun 46% responden lainnya menilai masih sulit atau sangat sulit. Sementara itu, para CEO di Thailand dan Filipina menunjukkan respon positif dalam hal akses terhadap kredit di negeri masing-masing, namun di Myanmar, 81%responden menilai akses terhadap kredit masih sulit atau sangat sulit.

Sejumlah negara-negara Asia Tenggara juga mulai bergerak mengembangkan industri teknologi dan manufaktur untuk pendorong pertumbuhan ekonomi, namun kesenjangan keterampilan saat ini menjadikekhawatiran utama bagi para CEO. Berdasarkan survey, responden menilai bahwa kepemimpinan (33%), engineering (18%), dan research & development (14%) merupakan keterampilan yang sangat dibutuhkan saat ini.

Perlambatan perekonomian Cina merupakan kekhawatiran utama bagi para responden. Dari hasil survey, 28% responden menyatakan bahwa perlambatan perekonomian Cina merupakan ancaman terbesar yang dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi dalam negeri. Responden juga sangat khawatir terhadap kebijakan proteksionis (26%) dan kenakian harga komoditas (20%).

Mengomentari blognya, Patrick Cooke, OBG’s Regional Editor for Asia mengatakan bahwa terlepas dari pengaruh Cina, bisa dikatakan bahwa negara-negara Asia Tenggara akan mampu bertahan menghadapi berbagai tekanan eksternal.

"Memperkuat integrasi ekonomi dan hubungan perdagangan antarnegara Asia Tenggara – di mana terdapat lebih dari 600 juta populasi – dapat menangkal gejolak ekonomi global. Selain itu, menyediakan ruang untuk mendorong inovasi baru dapat mengatasi hambatan pembangunan," katanya dalam siaran persnya.

Cooke menambahkan tanggapan yang beragam mengenai iklim bisnis dalam negeri di empat negara yang disurvei menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan dalam hal regulasi di setiap negara meskipun sudah ada upaya untuk memperkuat integrasi dalam rangka merealisasikan Masyarakat Ekonomi Asean 2025. Dia juga mengatakan bahwa kurangnya sumber daya terampil di masing-masing negara dapat menghambat pembangunan ekonomi dan harus segera ditangani.

"Meskipun banyaknya tantangan dalam lingkungan bisnis, sentimen investor tetap positif di negara masing-masing. Hasil positif ini menunjukkan adanya keberagaman konsumen, masyarakat digital, dan sumber daya alam yang melimpah yang dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi." Tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper