Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan bahwa perajin kain sutera dalam negeri memang sudah kesulitan mencari bahan baku sejak 2000. Selain itu, produsen bahan baku juga sudah menipis.
“Produsennya kebanyakan industri kecil dan menengah. [Selai itu,] lahannya juga tidak ada, akhirnya lama-kelamaan habis. Di NTB [Nusa Tenggara Barat] habis, terus yang di Tasikmalaya juga kemarin lahannya habis,” katanya Sekretaris Jenderal API Ernovian G. Ismy kepada Bisnis.
Ernovian menyampaikan tantangan utama para produsen serat maupun benang sutera adalah proses pembuatannya yang harus memperhatikan berbagai aspek antara laini tingkat stres ulat sutera dan pakan ulat sutera.
Walau demikian, data impor sutera Tanah Air menunjukkan konsumsi sutera di dalam negeri meningkat hampir setiap tahun. Akhir tahun lalu, asosiasi mencatat volume impor benang sutera melesat 60% menjadi 208 ton dari realisasi tahun sebelumnya sebesar 130 ton. Sementara itu, impor serat sutera melonjak 416,66% menjadi 186 ton pada akhir 2017.
Asosiasi, menurutnya, menilai penggunaan benang cupro sebagai substitusi benang sutra akan menjadi arah yang positif. “Kan dia [kain cupro] tidak beda jauh itu [hasilnya jika dibandingkan dengan kain sutera] kalau sudah jadi pakaian jadi. Kalau ada substitusi bagus dong,” tuturnya.