Bisnis.com, JAKARTA – Mahalnya bahan baku sutera membuat para perajin sutera satu per satu gulung tikar. Selain harganya bahan baku yang mahal, mereka harus menjual barang jadi tersebut dengan harga yang lebih tinggi lagi. Benang Cupro asal Jepang menjadi bahan baku alternatif.
Fitriani Kuroda, President Director PT MilangKori Persada--importir benang cupro, mengaku mulai memasarkan benang cupro pada awal 2018, dan sejauh ini volume impor dari Jepang mencapai 7 ton. Adapun, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat volume impor benang sutera sebesar 208 ton pada akhir tahun lalu.
“Jadi, kami memang belum berani stok banyak. Harus ini [benang cupro] dipenetrasi ke semua perajin dulu. Makanya, kami keliling ke Wajo, Pasuruan, Garut, Pekalongan, dan Medan,” paparnya, Rabu (20/3/2019).
Selain melakukan sosialisasi benang cupro ke sentra-sentra perajin tenun dan batik, Fitriani mengutarakan perseroan juga memberikan pendampingan dalam menggunakan benang cupro. Di samping itu, produsen benang cupro yang berada di negeri sakura tersebut juga mengikuti berbagai kebutuhan perajin di Tanah Air.
Pada tahun ini, lanjutnya, perseroan menargetkan dapat mengimpor 50 ton benang cupro untuk menggantikan benang sutera. Namun, melihat penetrasi benang cupro yang masih rendah, Fitriani memperkirakan hasil impor tersebut baru akan terserap dalam 2 tahun ke depan.
Fitriani menyimulasikan, jika satu sentra tenun dan batik membutuhkan sekitar 100 kilogram benang cupro per tahun, potensi penyerapan benang cupro mencapai 359 ton per tahun.
Selain mempromosikan kepada sentra tenun dan batik, Fitriani mengaku kain cupro juga dapat memenuhi konsumsi kain sutra di pasar busana muslim pria. Pasalnya, menurutnya, kain cupro menjadi halal untuk dipakai pria karena berbahan dasar kapas walau memiliki karakteristik kain sutera.
“Untuk itu, benang cupro mempunyai value added. Itu yang kami promosikan kepada para perajin. Bahan baku [benang cupro] itu banyak dan sustainable."