Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Pandangan Lembaga Konsumen Terhadap Debat Cawapres

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menilai visi misi yang disampaikan para paslon cawapres saat debat pada Minggu (17/3/2019) terlihat terlalu teknis dan sektoral.
Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno (tengah) mencium tangan cawapres nomor urut 01 KH Ma'ruf Amin saat debat cawapres Pilpres 2019 di Jakarta pada Minggu (17/3/2019) malam./Bisnis-Jody Kinarwan
Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno (tengah) mencium tangan cawapres nomor urut 01 KH Ma'ruf Amin saat debat cawapres Pilpres 2019 di Jakarta pada Minggu (17/3/2019) malam./Bisnis-Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menilai visi misi yang disampaikan para paslon cawapres saat debat pada Minggu (17/3/2019) terlihat terlalu teknis dan sektoral.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan pemaparan pada debat tersebut lebih kepada visi misi seorang menteri bukan seorang cawapres. Padahal persoalan yang ada harus disikapi dengan kebijakan yang komprehensif dan holistik.

Dia menyoroti terkait dengan persoalan BPJS Kesehatan dan stunting sangat ironis karena kedua paslon belum menonjolkan upaya preventif promotif secara serius, dan sistematis.  Terbukti, para paslon tidak sedikitpun berbicara upaya pengendalian konsumsi tembakau.

"Padahal baik stunting dan defisit BPJS Kesehatan sekalipun sangat erat kaitannya dengan upaya preventif promotif, salah satunya adalah pengendalian konsumsi tembakau," ujarnya dalam siaran Pers, Senin (18/3/2019).

Stunting disebabkan karena kurangnya asupan gizi secara kronis pada rumah tangga miskin tetapi asupan gizi yang kurang itu karena alokasi pendapatan rumah tangga miskin lebih banyak untuk membeli rokok bukan untuk membeli lauk pauk.

Selain itu, terkait BPJS Kesehatan, finansial defisitnya juga banyak dipicu oleh penyakit tidak menular, seperti jantung koroner, stroke, hipertensi, dan gagal ginjal.

Penyakit ini muncul karena faktor gaya hidup dan konsumsi rokok berkontribusi paling signifikan atas munculnya penyakit penyakit tersebut.

"Kami mempertanyakan dengan keras para paslon tidak menjadikan upaya preventif promotif berupa wabah konsumsi rokok sebagai agenda kebijakannya. Ada kepentingan apa sehingga para cawapres tidak menyinggung upaya pengendalian konsumsi rokok? Aneh bin ajaib," tutur Tulus

Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, prevalensi penyakit ridak menular justru melonjak drastis dibandingkan prevalensi pada Riskesdas 2013.

Prevalensi kanker dari semula  sebesar 1,4% di 2013 menjadi 1,8% di 2018. Lalu prevalensi stroke dari 7% menjadi 10,9%, penyakit ginjal kronik dari 2% menjadi 3,8%, dan penyakit diabetes melitus dari 6,9% menjadi 8,5%.

Dengan melihat visi misi kedua paslon tersebut, pihaknya sangat meragukan masalah kesehatan secara holistik akan bisa diwujudkan dan diatasi. BPJS Kesehatan pun akan mengalami defisit finansial yang berkepanjangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper