Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim bahwa Indeks kualitas udara kota Jakarta tidaklah yang terburuk di Asia Tenggara.
M.R. Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK berdasarkan pantauan data KLHK selama Januari-Februari 2019 menunjukkan bahwa kualitas udara di Jakarta semakin baik dibanding tahun lalu.
“KLHK sudah memiliki jaringan pemantau kualitas udara yang terus diupdate secara real time dan kontinyu di 14 kota. Saat kita mengkoneksikan dengan sistem yang dimiliki oleh BMKG, pemerintah daerah, termasuk dengan swasta juga, kita memiliki 54 stasiun pemantauan di seluruh Indonesia. Masyarakat dapat mengakses sistem pemantauan kualitas udara tersebut melalui http://iku.menlhk.go.id/aqms/, ” jelas Karliansyah dalam keterangan resminya, Kamis (14/03).
Sebelumnya, IQAir AirVisual menerbitkan laporan World Air Quality Report 2018 dan menempatkan Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di Asia Tenggara. Laporan tersebut menggunakan metode pengukuran indeks kualitas udara dengan menghitung konsentrasi rata-rata tahunan particulate matter (PM) 2,5. Batas aman tahunan yang digunakan pada laporan tersebut mengacu kepada standar World Health Organization (WHO) sebesar 10 g/m3.
Menurut Karliansyah, batas aman tahunan yang digunakan WHO tersebut berbeda dengan baku mutu udara ambien nasional tahunan yang digunakan KLHK sebesar 15 g/m3. “Di dunia ini, tidak ada satu kota metropolitan pun yang memiliki indeks kualitas udara tahunan mencapai 10 g/m3 dengan PM 2,5 sesuai standar WHO tersebut,” ujar Karliansyah.
Sementara itu, stasiun pemantau kualitas udara ambien yang dimiliki KLHK menggunakan parameter yang lebih lengkap yaitu PM 10, PM 2,5, CO, O3, NO2, HC dan SO2. Variabel metrological yang digunakan pun terhitung lengkap seperti kecepatan dan arah angin, radiasi solar, temperatur udara, tekanan udara, curah hujan, serta kelembapan udara.
“Jadi, Air Quality Management System (AQMS) yang dimiliki KLHK menggunakan metode pengukuran yang lebih komplek dan real time,” jelasnya.
Berdasarkan data KLHK, kualitas udara kota Jakarta berdasarkan indeks PM 2,5 selama tahun 2018 antara lain terdapat 34 hari dengan kondisi udara baik (warna hijau), 122 hari dengan kondisi udara sedang (warna biru), dan 196 hari sisanya berada dalam kondisi tidak sehat (warna kuning). Tidak ada satu hari pun pada tahun 2018 kota Jakarta memiliki kondisi udara sangat tidak sehat (warna merah).
Pada 2019 selama periode Januari-Februari, kondisi udara Jakarta justru menunjukkan kualitas udara yang semakin membaik dibanding tahun 2018. Terdapat 10 hari dengan kondisi udara baik (hijau), 38 hari dengan kondisi udara sedang (biru), dan hanya 11 hari dengan kondisi udara tidak sehat (kuning). “Untuk Jakarta, 70% sumber pencemaran udara berasal dari polusi kendaraan bermotor,” lanjutnya.
Upaya-upaya yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut antara lain dengan pemberlakuan bahan bakar setara EURO4, uji emisi kendaraan bermotor secara reguler, serta penerapan eco-driving. Selain itu berbagai kota di Indonesia juga telah mengimplementasikan Car Free Day, penghijauan Taman Kota/Hutan Kota, hingga pengembangan transportasi massal seperti bis TransJakarta, Commuter Line Jabodetabek, serta MRT dan LRT.
“Tentu informasi semacam ini masyarakat juga perlu tahu, dan diharapkan dapat berpartisipasi juga dalam mendukung program pemerintah. Dengan demikian maka kita dapat secara bersama-sama memperoleh kualitas udara untuk hidup yang lebih baik,” tandasnya.