Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Patokan Batu Bara : Pebisnis Berharap Tak Ada Disparitas

Pelaku usaha baru bara di Indonesia berharap disparitas antara harga pasar dan harga patokan yang terjadi sejak tahun lalu bisa hilang agar pembayaran royalti tidak lebih tinggi dari yang seharusnya.
Aktivitas penambangan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Aktivitas penambangan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha baru bara di Indonesia berharap disparitas antara harga pasar dan harga patokan yang terjadi sejak tahun lalu bisa hilang agar pembayaran royalti tidak lebih tinggi dari yang seharusnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan harga patokan batu bara (HPB) untuk kalori menengah dan rendah lebih tinggi dari harga pasar. Para produsen pun harus membayar royalti lebih tinggi, yakni sesuai HPB.

Pasalnya, pembayaran royalti dilakukan berdasarkan HPB yang ditetapkan setiap bulan. Adapun HBP tersebut berbeda untuk tiap jenis batu bara dan penghitungannya mengacu pada harga batu bara acuan (HBA) dengan kalori 6.322 kcal/kg.

"Sejak Agustus [2018] sampai Februari lalu, harga pasar khususnya ICI-3 kalori menengah dan ICI-4 kalori rendah makin merosot, sementara HPB lebih tinggi. Dalam pembayaran royalti, menggunakan harga yang lebih tinggi [HPB], sehingga perusahaan dirugikan," katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Terkait disparitas harga tersebut, harga batu bara kalori tinggi dan kalori rendah memang lebih lebar dari biasanya. Meskipun begitu, sudah ada tanda-tanda disparitas mulai terkikis meskipun masih terbatas.

"Dengan menggunakan patokan kalori tinggi GAR 6.322 kcal/kg dan rendah GAR 4.200 kcal/kg, disparitas harga sudah mulai mengecil, meskipun belum kembali ke kondisi normal," tuturnya.

Adanya disparitas harga yang lebih lebar dari biasanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Utamanya permintaan batu bara kalori rendah yang memang turun dibandingkan dengan batu bara kalori tinggi.

Sejak tahun lalu, misalnya, China sebagai importir utama batu bara memperketat prosedur impor batu bara kalori rendahnya. Dengan demikian, terjadi kelebihan pasokan batu bara kalori rendah karena tak terserap pasar China.

Indonesia sebagai eksportir batu thermal terbesar dunia yang didominasi oleh batu bara kalori menengah dan rendah menjadi salah satu negara yang terdampak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper