Bisnis.com, JAKARTA – Assistant General Manager Air Conditioner PT Panasonic Gobel Indonesia, Heribertus Ronny mengatakan industri pendingan udara tahun ini diproyeksikan tumbuh 5%–7%. Proyeksi tersebut berdasarkan hasil studi internal Panasonic.
Menurutnya, industri diperkirakan lebih bergairah dibandingkan tahun 2018 seiring kembali menguatnya nilai tukar rupiah. Dengan adanya tahun politik kemungkinan di awal tahun ada pengaruh.
"[Kenaikan pada 2019] dilihat dari dua sisi, dari B to C dan B to B, itu signifikan ada di pasar. Kebanyakan B to B, para developer masih wait and see hingga setelah pilpres, itu ada efek," ujar Ronny, Selasa (19/2/2019).
Ronny menjelaskan industri pendingin udara menghadapi tekanan dalam beberapa tahun terakhir khususnya pada 2018 saat nilai tukar rupiah anjlok. Kondisi tersebut berdampak pada pertumbuhan industri pada 2018 hanya di kisaran 1%-2%.
Meskipun sempat lesu, Ronny menjelaskan pasar pendingin udara masih besar sehingga potensial untuk terus berkembang.
Berdasarkan data Panasonic, nilai pasar pendingin ruangan (air conditioner) berkisar pada Rp6–7 triliun. Adapun jika termasuk dengan pendingin udara komersial, seperti untuk keperluan hotel dan kantor, nilai pasarnya dapat mencapai Rp10–11 triliun.
"Jumlah tersebut masih di luar pendingin untuk kereta dan keperluan lain," jelas Ronny.
Pertumbuhan industri pendingin udara juga dapat membawa multiplier effect bagi pertumbuhan sektor ritel dan jasa.
Adapun, Panasonic sendiri targetkan pertumbuhan penjualan AC hingga double digit pada tahun ini. Target tersebut didorong oleh peluncuran produk baru pada akhir 2018.