Bisnis.com, JAKARTA -- Pemilihan presiden 2019 akan memberikan angin positif bagi pergerakan aset keuangan domestik dan rupiah ke depannya, seiring kepercayaan pasar yang menguat.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter R. Abdullah menilai kondisi pemilihan presiden (Pilpres) tahun ini berbeda dari 2014 di mana pasar masih belum mengetahui hasil dari pemilihan tersebut.
"Tahun ini, pasar sudah bergerak lebih dahulu dan itu yang membuat rupiah sudah menguat sejak Januari hingga Februari," ungkap Piter, Senin (18/2/2019).
Pergerakan rupiah dan bursa saham yang menguat terbilang cukup cepat hingga keduanya menembus level psikologisnya di level masing-masing Rp14.000 dan 6.500. Arus modal asing yang masuk memang didorong oleh sentimen global, tapi dia tidak menampik adanya sentimen dari pasar domestik yang memperkirakan kondisi politik ke depan di Tanah Air.
Ini merupakan sinyal bahwa pasar sudah memastikan jalannya pilpres pada tahun ini. "Pasar sudah menebak bahwa jalannya proses pemilu pada tahun ini akan berjalan lancar dan pemenangnya sudah diperkirakan sesuai harapan pasar," kata Piter.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pasar adalah hasil survei pasangan calon Presiden. Hampir seluruh survei menunjukkan selisih suara antara petahana dan penantang yang cukup lebar, yakni di atas 20%.
"Secara statistik sulit dibantah sehingga pasar yang sangat logis sudah bisa membaca hasil pilpres dari survei itu," tegas Piter. Kondisi ini hampir sama ketika pilpres 2009 lalu, ketika SBY diperkirakan menang atas Megawati dan Jusuf Kalla.
Dari sentimen tersebut, dia memperkirakan rupiah dapat bergerak stabil dengan kecenderungan untuk menguat. Bahkan, dia yakin level rupiah pada awal tahun ini akan berada di bawah asumsi APBN yang dipasang sebesar Rp15.000 per dolar AS. Rupiah berpotensi bergerak di level Rp13.900-Rp14.100 dalam beberapa bulan mendatang. Dengan catatan, kondisi global tidak mengalami perubahan yang drastis.