Bisnis.com, JAKARTA -- Peningkatan nilai ekspor Indonesia bisa dilakukan jika pemerintah melakukan berbagai perbaikan regulasi dan memberi insentif kepada industri berorientasi ekspor.
Pendapat itu disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto saat memaparkan neraca dagang Indonesia sepanjang Januari 2019, Jumat (15/2/2019). Menurutnya, nilai ekspor bisa naik jika pemerintah serius menggenjot produksi komoditas jualan.
"Sebetulnya masih banyak ya kalau kita lihat, dari bahan makanan dan minuman. Industri makanan dan minuman itu potensi luar biasa sebetulnya karena produk kita bervariasi," tutur Suhariyanto.
Pada Januari 2019, nilai ekspor hanya mencapai US$13,87 miliar atau lebih rendah dari realisasi impor yang menyentuh US$15,03 miliar. Dengan demikian, neraca dagang tercatat defisit sebesar US$1,16 miliar.
Defisit itu menjadi yang terbesar untuk Januari sepanjang catatan BPS. Selisih jumlah ekspor dan impor Januari 2019 juga memperpanjang catatan defisit neraca perdagangan sejak September 2018.
Neraca dagang Indonesia terakhir surplus pada September 2018, dengan nilai US$230 juta. Setelah itu, defisit melanda hingga level tertinggi sepanjang 5 tahun terakhir pada November 2018, menembus US$2,05 miliar.
"Perekonomian global secara umum agak gloomy. Pertumbuhan China menurun, AS juga mengalami penurunan, dan ada harga komoditas yang menurun akan membuat tantangan pada 2019 semakin besar," tambahnya.