Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DAMPAK BAGASI MASKAPAI BERBAYAR: Pebisnis Hotel Keluhkan Penurunan Okupansi

Sektor perhotelan mengalami kemerosotan okupansi sebesar 15% pada bulan pertama di 2019 akibat rencana pencabutan bagasi gratis maskapai domestik dan tingginya harga tiket pesawat.   
Petugas mendata barang pemudik sebelum di masukkan ke bagasi pesawat di Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (13/6/2018)./ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Petugas mendata barang pemudik sebelum di masukkan ke bagasi pesawat di Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (13/6/2018)./ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Bisnis.com, JAKARTA — Sektor perhotelan mengalami kemerosotan okupansi sebesar 15% pada bulan pertama di 2019 akibat rencana pencabutan bagasi gratis maskapai domestik dan tingginya harga tiket pesawat.   

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan rencana pengenaan tarif bagasi pada maskapai berbiaya murah (Low Cost Carrier/LCC) dan harga tiket pesawat yang mahal sangat berdampak besar pada tingkat hunian kamar atau okupansi hotel. 

Kebijakan airlines itu berdampak pada wisatawan nusantara yang melakukan perjalanan domestik untuk leisure dan business trip sedikit. 

Pada bulan pertama di 2019, okupansi hotel mencapai 30% hingga 40% merosot sebesar 15% dari bulan Januari tahun lalu. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat okupansi pada Januari 2018 mencapai 51,91%, meningkat sebesar 1,21 poin dari Januari 2017 yang sebesar 50,66%.

"Airlines ini dari tiket pesawat yang mahal dan bagasi berbayar ini memang pengaruh ke wisatawan domestik. Ini yang ngebuat okupansi hotel terdampak karena sedikit yang business trip sama yang jalan-jalan," ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (3/2/2019). 

Maulana meminta Pemerintah harus tegas untuk mengatasi persoalan airlines dalam negeri agar polemik ini tak berlarut-larut. Terlebih, wilayah di Indonesia yang berbentuk kepulauan sangat bergantung dengan maskapai. 

Apabila pemerintah tak tegas mengatur airlines yang ada di dalam negeri nantinya tak hanya berdampak pada pergerakan wisatawan nusantara di dalam negeri yang akan semakin sedikit, namun juga akan berdampak pada kedatangan wisatawan mancanegara yang akan berplesir di Tanah Air.

"Ini segera cepat diselesaikan, kalau tidak kondisi pariwisata akan susah. Kalau memang maskapai dalam negeri tak bisa diatur, pemerintah bersifat fair dengan membuka keran maskapai asing untuk melayani penerbangan domestik," kata Maulana. 

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Rainier Daulay juga meminta ketegasan sikap pemerintah dalam mengatur persoalan airlines sehingga tak mengganggu bisnis perhotelan. 

Di akhir tahun lalu, pihaknya optimistis bisnis perhotelan sepanjang tahun 2019 akan tumbuh sebesar 5%. Namun, melihat kondisi bisnis perhotelan pada bulan pertama yang terpuruk akibat permasalahan airlines, Rainier pesimistis bisa tumbuh sebesar 5%. 

"Akhir tahun lalu, kami optimis bisa tumbuh 5% untuk hotel di tahun ini. Tapi melihat bulan pertama sepertinya kondisinya sama seperti tahun lalu untuk okupansi sebesar 59%. Ini memang harus ada tindakan tegas pemerintah," ucapnya. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, okupansi hotel klasifikasi bintang di Indonesia pada 2018 rerata sebesar 59,75% atau naik 0,22 poin dibandingkan dengan 2017 yang sebesar 59,53%. 

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari menuturkan dampak utama pada rencana bagasi berbayar dan tiket pesawat yang mahal yakni akan makin sedikitnya pergerakan wisatawan domestik. 

 

Sementara untuk kunjungan wisman ke Indonesia, tak akan berdampak dengan adanya rencana bagasi berbayar. Pasalnya, pada umumnya para turis asing menggunakan maskapai luar negeri langsung ke daerah tujuan wisata Indonesia. 

"Kalaupun bepergian antar destinasi di Indonesia, wisman pada umumnya menggunakan maskapai BUMN. Yang terdampak wisnus karena harga tiket ke luar negeri akan semakin murah sehingga wisnas [wisatawan nasional] yang akan ke luar negeriakan semakin meningkat."

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman untuk menemukan titik temu dan solusi terbaik bagi persoalan rencana bagasi berbayar. 

"Menjaga iklim yang kondusif sektor pariwisata di Tanah Air ini penting tanpa mengabaikan kelangsungan bisnis pada dunia penerbangan," ujarnya dalam keterangan resmi. 

Kebijakan pencabutan bagasi gratis pada airlines dan masih tingginya harga tiket pesawat memang berdampak langsung pada sektor pariwisata Indonesia. Tak hanya itu, dari sisi perhotelan juga terkena dampaknya dengan penurunan okupansi yang signifikan. 

"Banyak agen travel yang tak menjual paket destinasi wisata beserta akomodasinya akibat rencana bagasi berbayar dan tiket mahal. Banyak pembatalan perjalanan wisatawan juga," kata Arief. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper