Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Kelautan dan Perikanan memperkirakan produksi garam rakyat tahun ini bisa mencapai 2,33 juta ton, di luar produksi PT Garam.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi menyebutkan, sesuai perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kondisi iklim tahun ini tidak akan jauh berbeda dengan tahun lalu di mana musim keringnya cukup panjang.
“Dengan demikian, untuk estimasi [produksi garam rakyat 2019] adalah 2, 33 juta ton,” kata Brahmantya ketika dihubungi Bisnis, Jumat (18/1).
Sebelumnya, pihaknya juga telah mengestimasi produksi garam 2019 dengan angka yang sama yakni sekitar 2,3 juta ton sepanjang tahun. Namun, saat itu belum memperhitungkan kondisi iklim sehingga kemungkinan ada perubahan.
Pada tahun lalu, produksi garam awalnya diestimasi hanya akan mencapai 1,5 juta ton mengingat musim kering atau panen yang diprediksi hanya akan berlangsung selama 4 bulan. Namun, kondisi cuaca ternyata lebih baik dari perkiraan dengan musim panen hingga lebih dari 6 bulan.
Adapun, total produksi garam dalam negeri pada tahun lalu mencapai total 2,716 juta ton dengan komposisi 2,35 juta ton dihasilkan oleh petani garam rakyat dan 367.260 ton oleh PT Garam.
Brahmantya pun berharap, dengan tingginya produksi garam tahun ini, juga untuk prediksi tahun depan, industri bisa menyerap lebih banyak garam rakyat. Sepanjang 2018, serapan garam rakyat untuk kebutuhan industri telah mencapai sekitar 700.000 ton.
Kendati demikian, hingga saat ini belum diketahui secara pasti berapa banyak kuota impor garam yang akan dikeluarkan oleh pemerintah. Pada rapat koordinasi terakhir pada Desember lalu, kebutuhan pengadaan garam impor diestimasi mencapai 2,7 juta ton.
Sementara itu, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Fridy Juwono menyebutkan sejauh ini belum ada komitmen dari para pelaku industri terkait berapa besar produksi garam rakyat yang bisa diserap.
Kendati demikian, pihaknya berharap serapan tahun ini tidak lebih rendah dari tahun lalu. “Belum ada kesepakatan tapi minimal sama dengan 2018. Kita mintanya itu,” katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Adapun, sejumlah industri yang diharapkan bisa meningkatkan serapan garam produksi lokal antara lain industri pengasinan ikan, penyamakan kulit, dan tekstil.
Di sisi lain, dia berharap jumlah produksi garam petani dengan kualitas terbaik bisa lebih ditingkatkan lagi untuk membantu serapan industri ini.
Di samping kadar NaCl, kebersihan dan warna garam juga menjadi pertimbangan. Pasalnya, garam yang kurang bersih harus kembali menjalani pencucian ketika akan dipakai. Proses pencucian ulang ini pun memiliki sejumlah risiko mulai dari penyusutan hingga kondisi garam yang kemudian hancur atau menjadi terlalu halus sehingga tidak bisa dipakai.
Meskipun demikian, dari 700.000 ton garam yang diserap industri pada tahun lalu, menurutnya, hampir seluruhnya sudah memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan industri.
Fridy menambahkan, pada umumnya, stok yang ada di pelaku industri hanya untuk keperluan jangka pendek sekitar satu bulan atau satu bulan lebih seminggu. Berdasarkan data sementara, stok yang ada di pelaku industri saat ini adalah sekitar 270.000 ton.
Berdasarkan data terakhir dari BPS per Desember 2018, masih ada sekitar 1,5 juta ton stok garam yang belum terserap baik di industri dan di penghasil garam. Adapun, dari hitungan Himpunan Masyarakat Produsen Garam (HMPG) Indonesia, stok yang tersimpan di gudang garam milik rakyat serta PT Garam masih berkisar 1 juta ton.