Bisnis.com, JAKARTA – Perkembangan bisnis kantor kian stagnan, kini hampir tidak ada pertambahan pasok melihat permintaan yang makin menurun. Surabaya, sebagai kota metropolitan terbesar ke dua setelah Jakarta juga tidak luput menjadi korban penyusutan permintaan dan pasokan ruang kantor.
Paparan penelitian dari Colliers International menunjukkan bahwa serapan pasokan pada 2018 hanya tumbuh 2% dari tahun sebelumnya. Adapun, Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto diprediksi mengungkapkan, rata-rata penambahan pasok kantor per tahun untuk tahun ini hingga 2021 hanya akan seluas sekitar 80.000 – 900.000 meter persegi atau naik 27% dari total saat ini.
“Pertambahan pasok itu empat kali lebih cepat dari tingkat serapan. Sementara itu tingkat hunian kantor akan tergerus hingga sekitar 20% sampai 2021 jika dibandingkan dengan saat ini,” ungkapnya di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dengan turunnya permintaan seperti yang terjadi saat ini, harga sewa perkantoran di Surabaya mengalami penurunan hingga sekitar 5% pada 2018, terhitung secara year-on-year (yoy). Hal ini dilakukan pengusaha perkantoran agar kinerja serapannya makin baik.
“Ke depan, harga sewa perkantoran di Surabaya diprediksi turun 2,5% karena adanya tambahan pasokan tahun ini,” lanjut Ferry.
Senada, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan bahwa secara umum, industri perkantoran saat ini sudah dalam zona berbahaya. Hal tersebut terjadi lantaran terkendala oleh tiga unsur, yaitu penggunaannya yang menurun, digitalisasi dan hadirnya coworking space.
Baca Juga
“Industri [properti[ sekarang lagi down semua, kantor penggunaannya kurang, adanya digitalisasi yang membuat orang tidak perlu pergi ke kantor untuk bekerja tapi bisa mengerjakan di mana saja, dan adanya coworking space yang membuat semuanya menjadi efisien,” ungkapnya pada acara tasyakuran HUD Institute, Senin (14/1/2019).