Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan BPHTB Dongkrak Realisasi Percepatan Sertifikasi Tanah

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyatakan bahwa salah satu faktor pendongkrak utama atas terealisasinya percepatan proses sertifikasi tanah bagi masyarakat di Tanah Air adalah adanya kebijakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang.
Warga menunjukkan sertifikat yang sudah diterima kepada Presiden Joko Widodo di Pendopo Sasana Adhi Praja, Blitar, Jawa Timur, Rabu (3/1/2019)./ANTARA-Irfan Anshori
Warga menunjukkan sertifikat yang sudah diterima kepada Presiden Joko Widodo di Pendopo Sasana Adhi Praja, Blitar, Jawa Timur, Rabu (3/1/2019)./ANTARA-Irfan Anshori

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyatakan bahwa salah satu faktor pendongkrak utama atas terealisasinya percepatan proses sertifikasi tanah bagi masyarakat di Tanah Air adalah adanya kebijakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan A. Djalil mengatakan bahwa realisasi penerbitan sertifikat tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 2018 mampu mencapai sebesar 9,314 juta sertifikat atau melebihi target yang dipatok sekitar 7 juta serifikat.

"Alhamdulillah, teman-teman BPN bisa kerja cepat sekali dan melampaui target. Untuk tahun ini mudah-mudahan juga bisa melampaui target, karena kan kita ubah aturan, kita perkenalkan teknologi, kita perkenalkan juru ukur swasta, kita perbaiki apa yang perlu diperbaiki," ujarnya di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (10/1/2019).

Adapun target sertifikasi lahan yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang pada 2019 mencapai sebanyak 9 juta sertifikat.

Sofyan mengakui bahwa sebelum-sebelumnya memang masih terdapat sejumlah kendala dalam hal proses sertifikasi lahan di Tanah Air, termasuk persoalan regulasi sehingga membuat BPN tidak bisa bergerak cepat. "Tapi begitu kita ubah regulasi, jadi lebih fleksibel," tegasnya.

Menurutnya, salah satu kebijakan yang dinilai sangat berdampak signifikan adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No.6/2018, pasal 33, yang mengatur terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang.

Seperti diketahui bahwa selama ini salah satu persyaratan untuk bisa mendapatkan sertifikat lahan adalah dengan membayar BPHTB di depan sebelum dibuatkan sertifikat.

Namun demikian, dengan adanya beleid baru terkait BPHTB terutang tersebut, sekarang pembayarannya bisa dilakukan belakangan, tidak perlu harus membayar di muka terlebih dahulu seperti sebelumnya.

"Dulu kan tidak boleh dikeluarkan sertifikat sebelum pajak dibayar. Tapi kenyataannya kan banyak orang, terutama di desa desa itu punya tanah tapi tidak punya uang. Nah jadi kalau disuruh bayar BPHTB, mereka lebih baik tidak bikin sertifikat. Jadi kita bikin aturan pajak terutang, tempel di sertifikat. Kalau nanti dia jual, baru ada uang, baru bayar pajak," terangnya.

Menurutnya, dengan adanya kebijakan tersebut semakin mempercepat realisasi penerbitan sertifikat tanah bagi warga masyarakat. Bahkan, pihaknya pun semakin optimistis pada 2025 seluruh tanah di Republik Indonesia telah terdaftar dengan baik.

"Alhamdullilah tahun lalu bisa kerja bagus sekali, mudah-mudahan tahun ini juga. Kita punya target, 2025 seluruh tanah terdaftar," tegasnya.

Sofyan juga menegaskan bahwa target 2025 tersebut harus bisa tercapai dengan baik agar tidak ada lagi mafia tanah maupun sengketa di Indonesia, karena semua telah terdaftar dengan baik.

"Kalau semua tanah sudah terdaftar, jadi tidak ada lagi mafia tanah, tidak ada lagi sengketa, semua ada kepastian hukum. Anda bisa lihat, klik saja, mau beli tanah di mana, siapa pemiliknya, berapa luasnya, siapa tetangganya," ujarnya.

Terlebih, kata dia, saat ini sebenarnya Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara negara lain dalam hal sertifikasi tanah tersebut.

Oleh sebab itu, target seluruh tanah di Republik Indonesia harus tersertifikasi merupakan hal yang harus diwujudkan.

"Di Jepang, Korea, seluruh tanah terdaftar lebih dari 100 tahun lalu. Di Taiwan pada tahun 40-an, habis perang. Di Australia apalagi, negara maju apalagi," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper