Bisnis.com, JAKARTA – Ekonomi India tumbuh dengan laju lebih cepat dari pada kebanyakan negara pada 2018. Tahun baru ini, India bertekad menyalip Inggris untuk menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia.
Namun perjalanan itu tidak akan mulus. Hasil pemilihan umum pada Mei 2019 merupakan potensi jebakan bagi negara ini yang telah terpukul oleh gejolak pasar negara berkembang (emerging market) dan kemerosotan mata uangnya tahun lalu.
Juga, setiap upaya pemerintah untuk mengacaukan kebebasan bank sentral negara tersebut dapat membuat investor resah dan membawa konsekuensi yang merusak bagi perekonomian India.
Berikut adalah tiga isu penting yang harus diperhatikan negara ini pada 2019, seperti dilansir dari Bloomberg.
Perlambatan Global
Nomura Holdings Inc. memperkirakan pertumbuhan global akan menyusut menjadi sekitar 2,8% pada 2019 dari 3,2% pada 2018, didorong oleh perlambatan di China serta pertumbuhan yang moderat di Amerika Serikat (AS) dan kawasan euro menuju tren jangka panjang.
Baca Juga
“Ketika dorongan siklis menjadi kurang menguntungkan, kami memperkirakan ekspor, manufaktur dan siklus investasi akan melemah di India,” papar analis Nomura.
Kebijakan Moneter
Setelah menaikkan suku bunganya sebanyak dua kali tahun lalu, bank sentral India Reserve Bank of India (RBI) kemungkinan akan berbalik arah dengan menghentikan bias kebijakan moneter yang hawkish dan condong pada sikap netral pada 2019.
Dengan melambatnya permintaan dan turunnya harga minyak, inflasi diperkirakan rata-rata menuju target jangka menengah RBI sebesar 4% pada kuartal pertama 2019.
Komite kebijakan moneter yang terdiri dari enam anggotanya bahkan mungkin berada dalam posisi untuk menurunkan suku bunga pada paruh pertama tahun ini, menurut beberapa analis.
Shaktikanta Das, Gubernur baru RBI, dianggap memiliki pandangan lebih dovish pada kebijakan moneter. Pendahulunya, Urjit Patel, cenderung mengambil pendekatan yang lebih hati-hati pada pertumbuhan harga.
Pemangkasan suku bunga dinilai dapat memberikan dorongan untuk pinjaman dan pertumbuhan sebelum pemilihan umum.
Risiko Pemilu
Dengan akan berlangsungnya perhelatan pemilu yang disoroti tahun ini, Perdana Menteri Narendra Modi berada di bawah tekanan untuk meningkatkan pembelanjaan, terutama guna membantu petani, mendorong dukungan pemilih, dan memacu ekonomi yang mulai melambat.
Data ekonomi pada kuartal III/2018 menunjukkan melambatnya pertumbuhan India menjadi 7,1% dibandingkan dengan 8,2% pada kuartal sebelumnya.
Tekanan pembelanjaan meningkat bulan lalu menyusul hasil yang mengecewakan bagi Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Modi dalam pemilu regional, dan keringanan pinjaman pertanian yang diumumkan oleh partai oposisi Kongres Nasional India di tiga negara bagian yang dimenangkannya dari BJP.
Pemerintah dikabarkan tengah mempelajari tiga opsi, termasuk pemberian uang tunai bagi petani, demi mengurangi tekanan bagi petani dan untuk mendorong dukungan rakyat menjelang pemilu.
Kekalahan bagi Modi dalam pemilu nanti menjadi risiko dalam hal kesinambungan kebijakan dan investor dipastikan akan memantau agenda tersebut.
Sonal Varma, kepala ekonom India di Nomura Holdings Inc. di Singapura, memperkirakan pemerintah akan berada dalam ketidakpastian sampai pemerintahan baru diberlakukan pada bulan Mei, sehingga memberi hambatan atas pertumbuhan belanja pada paruh pertama 2019.