Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Sentral 'PD' Defisit CAD bisa Turun ke 2,5% pada 2019

Kendati tantangan risiko global tahun depan cukup besar, Bank Indonesia meyakini defisit transaksi berjalan dapat turun hingga 2,5% dari kisaran 3% pada 2018.
Petugas beraktivitas di New Priok Container Terminal (NPCT), Kali Baru, Cilincing, Jakarta, Senin (5/2/2018)./ANTARA FOTO-Aprillio Akbar
Petugas beraktivitas di New Priok Container Terminal (NPCT), Kali Baru, Cilincing, Jakarta, Senin (5/2/2018)./ANTARA FOTO-Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA -- Kendati tantangan risiko global tahun depan cukup besar, Bank Indonesia meyakini defisit transaksi berjalan dapat turun hingga 2,5% dari kisaran 3% pada 2018.
 
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menyadari pertumbuhan ekonomi global yang melandai dapat berdampak pada kinerja ekspor yang pada gilirannya akan berdampak pada kinerja ekspor hingga berujung kepada defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).
 
Risiko ini ditambah dengan ketidakpastian yang masih tinggi sehingga akan mempengaruhi arus modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia. 
 
"Kebijakan BI yang bersifat preemptive dan front loading telah memperhitungkan risiko tekanan pada 2019," tuturnya, Kamis (27/12/2018).
 
Dody meyakini bauran kebijakan BI dan reformasi struktural oleh pemerintah akan mampu mendorong penyesuaian dalam perekonomian untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke batas yang aman. Di sisi lain, langkah-langkah tersebut akan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik. 
 
"BI memproyeksikan defisit transaksi berjalan 2019 akan berada di sekitar 2,5% terhadap PDB," sebutnya.
 
Sebelumnya, paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) BI bulan ini telah memastikan bahwa defisit transaksi berjalan akan berada di kisaran 3%. Pasalnya, bank sentral telah melihat pertumbuhan ekspor Indonesia yang meleset dari perkiraan dan impor yang lebih tinggi. 
 
Kendati demikian, BI berkilah level defisit transaksi berjalan yang tembus hingga ke ujung batas aman sebenarnya bukan kondisi yang mengkhawatirkan karena impor yang tumbuh tinggi didominasi oleh barang modal dan bahan baku. Dua komponen impor tersebut diyakini sebagai bahan bakar bagi kegiatan ekonomi produktif ke depannya. 
 
"Jadi masalah bukan karena terlalu tinggi defisit transaksi berjalannya, tapi [bagaimana] untuk memastikan defisit transaksi berjalan diimbangi dengan surplus neraca modal," papar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam paparan RDG BI, Kamis (20/12).
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper