Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia, China dan India sepakat bekerjasama untuk membangun industri teh dengan saling mempromosikan produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, demi memperbaiki kualitas dan mendongkrak harga di pasar internasional.
Chairperson Indonesian Tea Marketing Association (ITMA) Cathalia Frida Randing mengatakan ketiga negara akan berupaya mendorong para pelaku usaha untuk menjual dalam bentuk akhir atau sudah dalam kemasan, bukan lagi dijual sebagai bahan baku.
"Sekarang ekspor masih dalam bentuk bahan baku tapi kami akan mendorong supaya yang dijual adalah final product. Dengan begitu ada tambahan nilai sebesar 30% dibandingkan dengan menjualnya sebagai bahan baku," katanya di sela-sela penyelenggaraan Asian Tea Conference, Senin (17/8).
Berdasarkan catatan ITMA, ekspor teh antara Januari—Agustus sudah membukukan nilai US$5,3 juta atau naik 130% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yakni US$2,3 juta. Cathalia optimistis angka itu masih dapat melonjak sampai dengan US$7 juta sampai akhir tahun.
Dengan perjanjian kerjasama antara tiga negara produsen, dia yakin setidaknya ada tambahan penjualan 10% untuk tahun depan. "Kami mulai dari penambahan sebesar itu, tapi itu [angka] minimal," katanya.
Namun, Cathalia mengatakan perjanjian kerjasama tidak melulu hanya soal penjualan. Lebih dari itu, ITMA akan mendorong supaya India dan China mau menanamkan investasi berupa alat mesin perkebunan atau peminjaman kredit manufaktur untuk diberikan kepada petani rakyat.
"Investasi dari India dan China berupa mesin manufaktur perlu di indonesia agar bisa menghasilkan teh yang lebih baik. Tantangan kami itu sederhana, yaitu menjual teh yang banyak dengan kualitas yang konsisten," katanya.
Dengan begitu hambatan keterbatasan lahan yang mungkin beresiko mengurangi jumlah produksi dapat teratasi. Di sisi lain, produktivitas kebun juga mampu ditingkatkan sekurangnya menjadi 2,5 ton/hektare.