Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut penghentian izin ekspor mineral mentah dua perusahaan tambang nikel.
Sebelumnya, Kementerian ESDM mencabut sementara izin ekspor mineral mentah empat perusahaan tambang. Keempatnya terdiri atas tiga perusahaan tambang nikel dan satu perusahaan tambang bauksit.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, dari empat perusahaan tersebut ada dua perusahaan yang sudah diaktifkan kembali izin ekspornya, yakni PT Modern Cahaya Makmur dan PT Integra Mining Nusantara. Total volume kuota ekspor bijih nikel keduanya mencapai 1,22 wet metric ton (wmt).
"Dari empat perusahaan ini yang telah memenuhi kewajiban ada dua perusahaan agar dicabut penghentian ekspornya. Mereka dah memohonkan dan sudah disetujui," ujar Agung di Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Pencabutan izin dilakukan karena dua perusahaan tersebut tidak melaporkan kemajuan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter selama dua kali berturut-turut. Adapun laporan tersebut seharusnya diberikan setiap triwulan.
Agung menuturkan kedua perusahaan tersebut sudah melaporkan kemajuan 6 bulan pembangunan smelternya. Kemajuan pembangunan keduanya diklaim sudah sesuai dengan target rencana 6 bulan.
Adapun berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 6/2017, pembangunan smelter menjadi salah satu syarat bagi perusahaan untuk mendapatkan rekomendasi ekspor nikel dan bauksit. Progres pembangunan harus mencapai 90% dari rencana per 6 bulan.
"Mereka sudah capai 90% sesuai target dipenuhi. Izin ekspor mereka sudah diaktifkan lagi per November," kata Agung.
Sementara itu, dua perusahaan lainnya, PT Lobindo Nusa Persada (perusahaan tambang bauksit) di Kepulauan Riau dan PT Surya Saga Utama (perusahaan tambang nikel) di Bombana, Sulawesi Tenggara tidak bisa melakukan ekspor karena masa berlaku izin ekspornya sudah berakhir.
PT Lobindo Nusa Persada mendapatkan rekomendasi pada 30 Oktober 2017 dan evaluasi jatuh tempo pada 30 Oktober 2018. Rekomendasi ekspor yang diberikan mencapai 1.500.000 wmt. Sedangkan PT Surya Saga Utama d mendapatkan rekomendasi ekspor pada 23 November 2017 dan jatuh tempo evaluasinya pada 23 November 2018. Perusahaan mendapatkan rekomendasi kuota ekspor sebesar 3.000.000 wmt, sementara realisasinya baru mencapai 51.000 wmt.
Terkait sanksi finansial, kata Agung, hingga saat ini belum ada perusahaan yang dikenai sanksi finansial. Menurutnya, dua perusahaan yang dihentikan izin ekspornya tersebut sedang proses melanjutkan pembangunan smelternya.
Pemerintah menerapkan sanksi finansial bagi eksportir mineral mentah dan konsentrat yang tidak mencapai target pembangunan smelter dari rencana kemajuan fisik yang dievaluasi per enam bulan.
Dalam Permen ESDM No. 25/2018 pasal 55 ayat 8, sanksi tersebut berupa denda 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri.
Persentase tersebut lebih besar dari kajian awal Kementerian ESDM yang pertama kali disampaikan pada akhir November 2017. Kala itu, besaran denda direncanakan sebesar 10% saja.
Permen tersebut diterbitkan pada Mei lalu, sehingga perusahaan yang mengajukan rekomendasi izin ekspor sebelum Permen berlaku tidak akan dikenakan sanksi finansial bila target rencana pembangunan tak terpenuhi.