Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian ESDM Tekankan Penggunaan PLTS Atap untuk Penghematan

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menekankan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap bertujuan untuk melakukan penghematan, bukan untuk menjual listrik.
Siswa memasang panel surya di atas gedung SMK Prakarya Internasional, Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/5/2018)./JIBI-Rachman
Siswa memasang panel surya di atas gedung SMK Prakarya Internasional, Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/5/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menekankan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap bertujuan untuk melakukan penghematan, bukan untuk menjual listrik.

Kementerian ESDM baru saja menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT. PLN (Persero).

Beleid tersebut memungkinkan konsumen PLN untuk menjual energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap kepada PLN melalui skema ekspor-impor.  Jumlah energi yang ditransaksikan kepada PLN nantinya dapat menjadi pengurang tagihan listrik konsumen. 

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris menjelaskan perhitungan ekspor energi PLTS atap dihitung berdasarkan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikalikan 65% tarif listrik. 

Pemerintah mengklaim perhitungan tarif tersebut cukup adil bagi pelanggan maupun PLN.  Dia pun menekankan perhitungan tarif tersebut seharusnya tak menjadi persoalan sebab tujuan utama penggunaan PLTS atap adalah untuk menghemat tagihan listrik.

"Tapi di sini ketika kami pasang PLTS bukan untuk jualan listrik.  Yang kami tekankan bagaimana kita bisa kurangi tagihan kita," terang Harris dalam sosialisasi Permen 49/2018 di Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Direktur Jenderal (Dirjen) EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan penentuan tarif ekspor 65% tersebut mempertimbangkan rule of thumb biaya untuk elektrifikasi umumnya yaitu 2/3 digunakan untuk biaya pembangkit, sedangkan 1/3 merupakan biaya jaringan atau transmisi.

"Yang 35% kompensasi untuk jaringan PLN. Ya 1/3 itu kayak sewa lah," ucapnya. 

Rida melanjutkan dengan 65% tersebut, periode payback (balik modal) adalah 12 tahun. Namun, jika sampai 100% maka hanya 11,6 tahun atau tidak hanya berbeda beberapa bulan.

Sebelumnya, Ketua Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA) Yohanes Bambang Sumaryo menilai skema perhitungan transaksi ekspor-impor pada Permen 49/2018 kurang menarik bagi pelanggan untuk berinvestasi memasang PLTS atap.  Pasalnya, investasi pemasangan PLTS atap masih cukup mahal. 

Saat ini, ungkapnya, untuk pemasangan 1 kilowatt peak (kWp) panel surya dibutuhkan investasi sekitar Rp15 juta. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper