Bisnis.com, JAKARTA - Harian Bisnis Indonesia menyelenggarakan seminar Business Challenges 2019 pada Senin 26 November 2018 pukul 12.00-17.00 WIB bertempat di Hotel Raffles (Ciputra) Jakarta.
Seminar Business Challenges kali ini memiliki sesi utama yaitu Ministerial Session yang dipandu Hariyadi Sukamdani selaku komisaris Bisnis Indonesia sekaligus Ketua Umum Apindo, yang menghadirkan pemateri Menteri ESDM Ignasius Jonan, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Sebelumnya dijadwalkan pula Menteri Pariwisata Arief Yahya menjadi pemateri, namun informasi terakhir yang diterima Bisnis mengonfirmasi bahwa Menpar berhalangan hadir.
Selain itu, hadir juga pembicara Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo, bersama Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara yang membahas kebijakan fiskal dan moneter pada tahun 2019.
Hadir pula pakar Feng Shui Indonesia Yulius Fang yang akan mengintip peruntungan kita pada tahun Babi Tanah.
Pemimpin Redaksi Harian Bisnis Indonesia Hery Trianto mengungkapkan acara ini diharapkan bisa membantu para pelaku bisnis memahami arah kebijakan pada 2019, dan memberikan gambaran yang utuh perekonomian ke depan.
Baca Juga
"Selain itu, tentu saja memetakan risiko-risiko yang mungkin timbul, misalnya dari sisi politik. Apakah 2019 akan menjadi tahun pertaruhan penting bagi perekonomian Indonesia?. Kita tunggu!," ujarnya.
Sebagai bentuk layanan informasi bagi pembaca, Bisnis.com melaporkan secara Live dinamika diskusi selama seminar Bisnis Indonesia Business Challenges 2018 berjalan.
Berikut laporan berlangsungnya seminar tahunan Bisnis Indonesia ini.
Pemerintah terus berkutat dalam tahapan harmonisasi perkara pemberlakukan cukai terhadap plastik. Pembahasannya masih mengambang.
Kepala Badan Pusat Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suahasil Nazara menjelaskan saat ini cukai plastik masih dalam tahapan harmonisasi pemerintah.
"Cukai plastik dalam pandangan kita kantong kresek, kita lihat itu salah satu yang dipakai masyarakat, dia sangat mudah dibuang, karena sangat mudah dibuang. Kita lihat dampak plastik kurang baik," ujarnya.
Menurutnya pemerintah terbagi menjadi beberapa pandangan. Terdapat pandangan dari pihak perindustrian yang menilai penerapan cukai dapat menghambat pertumbuhan industri plastik.
Selain itu, cukai plastik ini produk baru yang terkena cukai sehingga perlu melakukan konsultasi dengan DPR, sesuai UU Cukai. "Kami [masih] minta waktu dengan DPR, [membahas] pentingnya pemakaian cukai plastik," tambahnya. (Rinaldi M. Azka)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut nilai subsidi yang ditanggung pemerintah dari sektor ini naik dari Rp96 triliun menjadi Rp145 triliun—Rp150 triliun.
Menteri ESDM Ignasius Jonan memerinci, nilai subsidi yang harus ditanggung yakni dari sektor kelistrikan sebesar Rp60 triliun, BBM senilai Rp30 triliun, serta LPG senilai Rp60 triliun. Meski demikian Jonan menyebut hal itu tidak menjadi persoalan lantaran penerimaan negara juga mengalami kenaikan.
“Kalau ditanya membebani iya, namun penerimaan negara dari sektor ESDM naik. Kenaikan subsidi enggak ada masalahnya,”katanya.
Adapun data kementerian ESDM mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak dari sektor ESDM hingga kuartal III/2018 telah mencapai 111,5% dari target atau senilai Rp134,4 triliun. Sektor migas memberikan kontribusi terbesar senilai Rp93,9 triliun, disusul minerba senilai Rp36,3 triliun.
Apabila membandingkan dengan tahun lalu senilai Rp137 triliun atau lebih dari separuh total PNBP nasional pada APBN-P 2017 yang senilai Rp260 triliun. “ Jadi naiknya dari tahun lalu hingga hari ini hampir double kan,”imbuh Jonan. (Anitana W.P)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengakui investasi di sektor energi dan sumber daya mineral tahun ini melambat.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi investasi selama 9 bulan ini mencapai US$15,2 miliar atau baru mencapai sekitar 40,86% dari target tahun ini. Sepanjang tahun ini investasi diharapkan dapat mencapai US$37,2 miliar.
"Investasi tahun ini slowing down. Saya enggak mau beralasan ini itu karena banyak faktor. Tapi kami mencoba mendudukan investasi pada sektor yang memang dibutuhkan," ujar Jonan dalam Bisnis Indonesia Business Challenge 2019, Senin (26/11/2018).
Dia mencontohkan di sektor ketenagalistrikan, misalnya untuk investasi program 35.000 megawatt (MW) tidak bisa dipaksakan selesai seluruhnya pada 2019 seperti rencana awal. Sebab, berdasarkan perhitungan bila 35.000 MW diselesaikan seluruhnya pada 2019 akan terjadi kelebihan daya yang cukup besar.
"Kalau dijalankan bisa 60% (reserve margin) ini terlalu besar. Makanya kami geser sampai 2024-2025," katanya.
Adapun hingga akhir tahun ini pembangkit yang beroperasi atau commercial on date (COD) diperkirakan dapat mencapai sekitar termasuk 11.000-11.500 MW. Sedangkan tahun depan diperkirakan bisa mencapai 15.000 MW. Target ini tidak hanya terdiri dari program 35.000 MW tetapi juga Fast Track Program I dan II. (Denis Riantiza M.)
Pemerintah menargetkan pertumbuhan penerimaan perpajakan pada 2019 sebesar 15,4% dengan mengandalkan kepatuhan wajib pajak yang menjadi lebih baik.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menuturkan pemeirntah akan terus menjaga dinamika dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2019 supaya tidak menjadi sumber ketidakpastian apalagi menghadapi volatilitas global dan politik yang 'menghangat'.
"Angka-angka harus halus dan kredibel, pajak bisa dicapai, belanja dan pengawasannya lebih baik. Pembiayaan utang kita turunkan, kalau tahun ini estimasi 2,0% tahun depan [2019 1,84%, kita turunkan lagi sehingga dinamikanya jadi lebih solid," tuturnya.
Pada 2017 pemerintah telah melakukan belanja perpajakan hingga Rp140 triliun atau memilih tidak mengumpulkan pajak dengan memberikan insentif bagi dunia usaha. Dengan jumlah tersebut, pemerintah berharap agar uang yang tidak dikumpulkan tersebut tetap di masyarakat dan membantu perputaran ekonomi,
Sementara itu, pemerintah berpandangan peningkatan pertumbuhan perpajakan berasal dari kepatuhan yang lebih baik. Suahasil pun mengakui terdapat berbagai tantangan guna meningkatkan kepatuhan tersebut.
"Tidak ada jenis pajak baru, kalau kepatuhan itu baik, otomatis penerimaan meningkat, bagaimana memastikan itu membaik," tuturnya.
Dia menjelaskan saat ini Kemenkeu dan Direktorat Jendral Pajak (DJP) mengubah gaya dalam mengurus pajak dengan lebih pro terhadap bisnis.
Guna meningkatkan kepatuhan pemerintah saat ini didukung oleh automatic exchange of information (AEoL) sejak September lalu sehingga melalui pertukaran informasi ini, pemerintah dapat mengetahui rekening finansial dari wajib pajak yang disimpan di negara lain.
Pemerintah pun menyediakan fasilitas ketika WP mau membuka secara mandiri kewajiban pajaknya yang belum dibayar maka tidak akan terkena penalti.
"Itu pendekatan yang lebih baik ke perekonomian, tax ratio ditargetkan 11,6% naik 12,2% [2019], tanpa membuat perekonomian ketat," katanya.
Pemerintah memberikan sinyal akan terus memungut pajak dengan cara yang lebih baik. Sesudah pengampunan pajak, pemerintah berharap kepatuhan menjadi lebih tinggi.
"[Dengan demikian], kami tidak akan dalam posisi yang masuk dan ciptakan pajak-pajak baru, kami berikan insentif-insentif baru dan memperbaiki kepatuhan. Jadi efeknya lebih baik dan baik untuk masyarakat dan penerimaan pemerintah lebih baik," jelasnya. (Rinaldi M. Azka)
Menteri ESDM Ignasius Jonan (dari kiri), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Presiden Komisaris PT Jurnalindo Aksara Grafika Hariyadi B. Sukamdani berbicang di sela-sela acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2019 di Jakarta, Senin (26/11). (JIBI/Bisnis/Felix Jody Kinarwan)
Kementerian Perhubungan menilai perlu penyiapan dasar hukum bagi pembiayaan infrastruktur sektor transportasi yang dikerjasamakan dengan pihak swasta agar tidak menimbulkan masalah.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan perlu dilakukan sejumlah tahapan seperti perencanaan, penyiapan studi kelayakan, dan pengadaan.
"Kami berikan model yang berjalan sesuai hukum agar tidak terjadi masalah ke depannya," kata Budi.
Dia menambahkan model tersebut telah diterapkan dalam pilot project pembangunan Pelabuhan Bau-bau dan Pelabuhan Anggrek yang menggunakan pola pembiayaan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Terlebih, selama ini belum ada pihak swasta yang mengelola pelabuhan.
Sementara untuk sektor perhubungan udara, terdapat Bandara Komodo. Saat ini sudah terdapat 20 pihak swasta dari dalam maupun luar negeri yang sudah mengajukan proposal.
Khusus bandara, lanjutnya, pemenang lelang akan dikolaborasikan dengan pengelola bandara dalam negeri dengan porsi kepemilikan lebih besar, yakni 51%. Hal ini untuk menjaga aspek keamanan nasional.
"Jadi istilahnya swastanisasi bukan menjual kepada swasta, melainkan kerja sama konsesi. Mayoritas masih milik dalam negeri," ujarnya.
Melalui skema pendanaan tersebut, diharapkan bisa memberikan return kepada pihak swasta dan penaikaan level pelayanan infrastruktur transportasi tersebut. (Rio Sandy Pradana)
Kementerian Perhubungan akan lebih gencar menawarkan sejumlah infrastruktur transportasi kepada pihak swasta untuk dikerjasamakan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan ada kesenjangan antara kebutuhan pendanaan infrastruktur transportasi dengan alokasi APBN. Harus dipikirkan suatu skema pendanaan agar pihak swasta tertarik.
"Maka kami menawarkan skema pendanaan dengan melibatkan APBD, BUMN, atau bahkan swasta saja menggunakan KPBU [kerja sama pemerintah dengan badan usaha]," kata Budi dalam Bisnis Indonesia Business Challenge 2019, Senin (26/11/2018).
Dia menambahkan pelibatan sektor swasta dalam bidang transportasi merupakan inisiasi Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan nawacita. Infrastruktur harus bisa menjadi peningkatan kesejahteraan dan konektivitas.
Menurutnya, konektivitas harus bisa bermanfaat bagi masyarakat dan memberikan nilai ekonomis bagi suatu daerah.
Bisnis Indonesia Business Challenge 2019 akan menjadi ajang diskusi untuk menghasilkan outlook dan pandangan mengenai tantangan bisnis pada tahun depan. Acara ini merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan harian Bisnis Indonesia.
Peserta mengikuti acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2019 di Jakarta, Senin (26/11). (JIBI/Bisnis/Abdullah Azzam)
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menegaskan pemerintah tidak akan mengulirkan jenis pajak baru.
Kepala BKF Suahasil menuturkan dengan tidak adanya jenis pajak baru, bukan berarti pemerintah tetap santai.
Dia menegaskan Kementerian Keuangan melalui Ditjen Pajak akan tetap mendorong penegakan kepatuhan bayar pajak.
"Kami tidak ingin menciptakan pajak baru, tetapi kami ingin menciptakan insentif. Namun, tetap mendorong compliance," ujar Suahasil dalam Business Challenges, Senin (26/11).
Menurutnya, ini adalah langkah yang baik untuk meningkatkan rasio pajak. Pasca tax amnesty, dia menegaskan pemerintah tetap akan bekerja mendorong tingkat kepatuhan ini.
Badan Kebijakan Fiskal melaporkan laporan pungutan pajak sepanjang 2017 yang tidak terserap mencapai Rp154,4 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengungkapkan nilai pajak yang tidak terserap tersebut setara dengan 1% terhadap PDB.
"Nilai yang tidak jadi terserap ini karena adanya insentif pajak," ungkap Suahasil dalam Business Challenges 2019, Senin (26/11).
Nilai pajak yang tidak terserap ini dilaporkan di dalam Laporan Belanja Perpajakan tiap tahun. Adapun, nilai pajak yang tidak terserap dari belanja insentif pajak pada tahun lalu tersebut meningkat dari sebelumnya Rp143,4 triliun pada 2016.
Peningkatan terbesar terjadi di dalam pajak PPN dan PPnBM dari Rp114,3 triliun pada 2016 menjadi Rp125,4 triliun. Untuk tahun ini, Suahasil menuturkan BKF akan mulai menghitung pada tahun depan. (Hadijah Alaydrus).
Kementerian Keuangan mencatat peminat pengampunan pajak mencapai 9 proyek. Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menuturkan capaian ini lebih baik dari periode lalu.
"Artinya perbaikan pengampunan pajak kali ini lebih dimengerti oleh dunia usaha," kata. Suahasil.
Meski tidak menjelaskan detail proyek, Suahasil menyebutkan dengan revisi kebijakan pengampunan pajak, pihaknya telah mendapatkan komitmen senilai Rp162 trililiun sejauh ini. Lebih baik dibandingkan program pengampunan pajak sebelumnya yang baru menjaring 5 proyek. (Anggara Fernando)
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menilai pertumbhhan ekonomi Indonesia pada tahu depan akan dipengaruhi sejumlah faktor internal dan faktor eksternal.
Dia menuturkan, salah satu faktor yang akan memengaruhu hal tersebut adalah kondisi geopolitik yang dipicu oleh perang dagang China dan Amerika Serikat yang tak kunjung reda sampai hari ini. Selain itu, faktor fluktuasi harga minyak memberikan ketidakpastian lainnya.
"Hal ini jadi pertimbangan untuk kita [pengusaha] untuj menentukan arah bisnis dan ekspansi usaha pada tahun depan," ujarnya saat membuka gelaran Bisnis Indonesia Business Indonesia Challenges 2019, di Jakarta, Senin (26/11/2018).
Di samping kedua hal tersebut, dia menilai pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi akan melambat pada tahun depan akan memberi tantangan tambahan bagi ekonomi nasional. Dia menuturkan, kekhawatiran tersebut didasarkan pada langkah Bank Dunia yang menyapih proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 4,9% menjadi 4,7% pada tahun depan.
Dari dalam negeri, dia mengatakan bahwa persaingan politik pada pemilihan umum tahun depan akan memberikan ketidakpastian tambahan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perubahan dan transformasi kekuasaan diproyeksikan akan mengubah kebijakan dan program pemerintah.
"Transformasi pemerintahan baru akan seperti apa? Apakah akan melanjutkan program yang ada saat ini? di mana kemungkinan besar akan ada perubahan posisi yang memegang kementrian atau kelembagaan pemerintah," ujarnya.
Bisnis Indonesia Business Challenges 2019 menghadirkan perspective feng shui guna menambah arah pelaku usaha dalam menghadapi bisnis 2019.
Yunan Hilmi, Ketua Pelaksana Bisnis Indonesia Business Challenges 2019 menuturkan acara ini merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan harian Bisnis Indonesia. Diharapkan para peserta dapat memiliki perspektif yang lebih luas dalam menghadapi beragam tantangan bisnis di tahun politik mendatang.
"Selain soal ekonomi, tahun ini kami tambah acara dengan adanya perspektif Feng Shui. Banyak yang menunggu sesi ini," kata Yunan di Raffles Hotel Jakarta, Senin (26/11/2018).
Dalam diskusi ini, Hariyadi B. Sukamdani, Komisaris Utama Jurnalindo Aksara Grafika, penerbit Bisnis Indonesia dan juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang bertindak sebagai moderator menyebutkan terdapat sejumlah tantangan yang akan digali dari narasumber.
"Bagaimana transformasi dan kelanjutan program pemerintahan dimana ada perubahan posisi pada kementerian lembaga," kata Hariyadi. (Anggara Fernando)
Terpantau sampai dengan pukul 13.26 WIB, para tamu undangan dan pembicara sudah mulai berdatangan. Salah satunya adalah Hariyadi B. Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang akan menjadi moderator dalam Bisnis Indonesia Business Challenge 2019.
Ketua Panitia Bisnis Indonesia Business Challenge 2019, Yunan Hilmi mengharapkan gelaran ini dapat menghadirkan diskusi menarik sebagai pengantar bagi para pelaku bisnis untuk mengarungi medan bisnis pada tahun depan
"Acara ini merupakan acara tahunan dari Bisnis Indonesia untuk memberikan insight kepada para pembaca dan pelaku bisnis untuk kondisi ekonomi pada 2019," katanya.
Yunan menjelaskan dengan semakin dekatnya pemilihan umum yang diadakan pada tahun depan akan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pertumbuhan bisnis pada 2019. Oleh karena itu, lanjutnya, acara ini akan mengangkat persoalan tersebut sebagai tema besar diskusi. (Ilman SUdarwan)
Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia, Hery Trianto memberikan prolog seminar Bisnis Indonesia Business Challenges 2019 kita hari ini yang diterbitkan dalam koran edisi Senin (26/11/2018).
Berikut ini catatan redaksi terkait seminar yang segera berlangsung siang ini:
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memiliki perumpamaan yang cukup pas dalam menggambarkan gejolak perekonomian 2018.
Ketika air laut pasang, sepertinya semua berenang dengan baik-baik saja, tetapi saat air surut, baru ketahuan ada orang yang berpakaian layak, compang-camping, atau bahkan telanjang.
Air pasang yang dimaksud adalah saat perekonomian dunia tumbuh baik, dan ekonomi semua negara terlihat baik-baik saja. Namun, begitu terjadi gejolak, yang dipicu dari retorika Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjadi sebuah kebijakan, terlihat bagaimana ekonomi negara emerging market terimbas cukup dalam.
Indonesia, tak bisa steril dari pengaruh global ini, karena sangat tergantung dengan arus modal asing. Makanya, begitu Amerika Serikat terus menaikkan suku bunga, arus modal keluar dari pasar dalam negeri, nilai tukar-rupiah terhadap dolar AS tertekan, dan makin terlihat bahwa negeri ini memiliki masalah struktural menahun, defisit neraca transaksi berjalan.
Pasar yang panik biasanya mengamati respons kebijakan suatu negara. Mereka memerlukan sinyal kuat, apakah pemerintah yang bersangkutan mengetahui masalah, lalu bisa menguasai keadaan. Efek psikologis ini selalu terjadi dalam sebuah gejolak ekonomi.
Beruntungnya, dalam kompleks perekonomian dalam negeri, Indonesia menunjukkan jati diri sebagai sebuah negara dengan fundamental makro cukup baik, kesehatan fiskal terjaga, dan memiliki bank sentral independen.
Ketiga hal tersebut, menjadi bantalan berharga bagi Indonesia sepanjang 2018. Dalam waktu cepat kita mendapatkan sinyal kuat bahwa pemerintah menyadari bahwa defisit transaksi berjalan disebabkan impor barang modal untuk pembangunan infrastruktur. Responsnya, kita tahu, sejumlah proyek ditunda, salah satunya pembangkit listrik.
Bank Indonesia juga terlihat mewujudkan janji untuk selalu ahead the curve (mendahului kurva) dengan menaikkan bunga beberapa kali selama 2018. Ini adalah sinyal bahwa rezim bunga rendah berakhir, dan pelaku bisnis mesti bersiap-siap dengan biaya investasi lebih tinggi.
Defisit APBN juga terlihat dikendalikan di bawah 2%, sehingga pemerintah tak perlu jor-joran melakukan emisi surat utang. Stimulus ekonomi melalui politik anggaran coba dibatasi, tetapi pada saat yang sama dibuka fasilitas insentif seperti tax holiday, dan relaksasi daftar negatif investasi.
Hingga 4 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo & Jusuf Kalla, sudah 16 paket kebijakan ekonomi dirilis. Inti dari semua paket itu adalah deregulasi dan bagaimana agar investasi di Indonesia dipermudah. Usaha bagus, tetapi selalu banyak catatan.
Pertanyaannya kemudian, apakah pada 2019, semua masalah masih sama serta ekonomi & bisnis bisa berjalan dengan laju pertumbuhan lebih baik? Apakah hajatan politik pemilihan umum akan jadi pelecut atau justru sebaliknya?
Tentu saja, Indonesia akan menghadapi tantangan baru pada setiap fase. Kita memerlukan sebuah garis penunjuk arah yang jelas dalam menghadapi 2019. Oleh karena itu, harian ini menggelar Bisnis Indonesia Business Challenges 2019, sebuah ikhtiar mengurai persoalan dan membidik kesempatan bisnis pada tahun depan.