Bisnis.com, JAKARTA – Dalam forum United Nations World Geospatial Information Congress (UNWGIC) di Deqing, Republik Rakyat Tiongkok, Senin (19/11/2018), Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan peran sentral Kebijakan Satu Peta (KSP) untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional dan pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals).
“Melalui KSP, Pemerintah Indonesia menegaskan komitmen untuk menggunakan informasi geospasial sebagai acuan data dalam menyusun rencana pembangunan nasional," ungkap Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro dalam Ministerial Diaogue UNWGIC, Senin (19/11/2018), melalui keterangan resminya.
Informasi geospasial berprinsip satu referensi, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional dan menjadi acuan data yang pasti untuk pencapaian SDGs.
Efektivitas nformasigeospasial sangat penting untuk menghindari potensi dampak negatif jika data di suatu wilayah tidak lengkap dan tidak standar.
Selain terjadi tumpang tindih dan perebutan lahan, Bambang memaparkan data yang tidak akurat juga berpotensi membentuk data-data yang seharusnya tidak diperlukan.
Idealnya, Bambang menilai seluruh kementerian/lembaga dan pemda terhubung Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) yang berfungsi untuk menghindari duplikasi.
JIGN dikelola masing-masing wali data, menyediakan adanya akses yang cepat terhadap informasi, interoperabilitas, serta efisiensi kegiatan dan anggaran. Informasi geospasial yangmenampilkan peta akurat dan dapat dipertanggungjawabkan sangat berguna untuk menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah.
Pasalnya, peta yang tidak akurat dapat menyebabkan tumpang tindih kepemilikan dan penguasaan lahan, sehingga berpotensi memicu timbulnya konflik sosial.
Untuk menghindari dampak tersebut, Bambang mengatakan perencanaan pembangunan Indonesia menggunakan pendekatan THIS atau tematik, holistik, integratif, dan spasial.
"Mengacu pada metode tersebut, tematik diidentifikasi berdasarkan isu strategis," kata Bambang.
Holistik diartikan bahwa kegiatan perencanaan pembangunan dilakukan dengan komprehensif yang relevan dengan tematik tertentu.
Sementara itu, integratif dalam arti adanya sinkronisasi keseluruhan kegiatan perencanaan dalam mencapai tujuan pembangunan.
Adapun, spasial dimaksudkan sebagai rencana pembangunan berbasis lokasi.
“Berbagai peta yang merupakan instrumen informasi spasial sering tidak sinkron antar masing-masing kementerian/lembaga sehingga menimbulkan masalah untuk proses berbagi data dan pembanding pencapaian SDG."
Oleh karena itu, diperlukan Kebijakan Satu Petayang berfungsi sebagai satu peta referensi dalam merencanakan pembangunan.